WARISAN
ILMIAH MUSLIM DAN RENAISANCE EROPA
A.Pendahuluan
Sejarah telah membuktikan pada saat berjayanya peradaban Islam semangat
pencarian ilmu sangat kental dalam kehidupan sehari-hari intelektual Muslim.
Semangat pencarian ilmu berkembang menjadi tradisi intelektual. Secara historis
tradisi intelektualisme Islam berkembang dan kian menemukan bentuknya
terutama terletak antara abad ke-8 dan ke-13 M. Dalam periode pertengahan
inilah, oleh banyak ahli sejarah memandang dunia Islam sebagai mengalami
"pencerahan intelektual". Pendapat ini berangkat dari satu kenyataan
dimana pada saat itu telah terjadi penerimaan (reception), pencatatan (preservation),
dan pemindahan (transmition) ilmu pengetahuan Yunani dan bangsa lainnya
ke dalam dunia Islam.
Pencapaian kemajuan dunia Islam (golden age) pada bidang ilmu pengetahuan tersebut tidak terlepas
dari adanya semangat para intelektual saat itu sikap terbuka dari pemerintahan
Islam ketika itu terhadap berbagai budaya dari bangsa-bangsa sebelumnya seperti
Yunani, Persia, India dan yang lainnya.
Sepanjang abad ke 12 dan ke 13 semangat liberal ini
secara perlahan beralih menjadi ortodoksi agama dan pola-pola pemikiran baku; orisinalitas berganti menjadi ekletisisme; karya-karya kelas dua atau
kelas tiga muncul secara besar-besaran, namun tak mengandung semangat berpikir
kreatif yang menjadi ciri utama dua abad sebelumnya. Para ilmuwan abad ini
memfokuskan diri terutama pada evaluasi, standarisasi, komentar dan kritik atas
karya-karya masa keemasan. Akibatnya dengan memudarnya semangat liberal tersebut kemunduran pendidikan
Islam menjadi sangat jelas : pemikir dan penulis kreatif Muslim berkurang
drastis, dan era 1300-an sama sekali tidak melahirkan ilmuwan kreatif kecuali
sejarawan besar Ibn Khaldun.[1]
Kemunduran pendidikan ini sejalan dengan kemunduran
peradaban Islam yang diikuti dengan transmisi
warisan khazanah ilmiah. Jika kemunduran Peradaban Yunani, Bizantium dan Persia
kemudian diikuti dengan arus penerjemahan warisan tersebut ke dalam
bahasa-bahasa bangsa-bangsa Muslim; maka dengan kemunduran peradaban Islam kita
melihat tumbuhnya upaya menerjemahkan kembali warisan yang dipelihara dan
dikembangkan dalam peradaban Islam tersebut ke dalam bahasa-bahasa Eropa.[2] Lewat
proses transmisi (penyebaran,
penularan), diseminasi dan proliferasi dikembangkan suatu studi yang intens di
Barat untuk mempelajari ilmu pengetahuan yang berkembang di dunia Islam
terutama yang berkaitan dengan aspek sosiologi, hukum dan agama masyarakat
Islam. Dunia Barat merasa kagum dan terperangah atas kegemilangan prestasi
Islam dalam dunia sains, oleh karena itu lewat kombinasi warisan Intelektual
Muslim ketika itu serta dipadu pengaisan kembali hasil peradaban dan kemajuan
bangsa Yunani kuno lewat Hellenisme,
Eropa mengalami zaman baru, zaman Renaisance
atau enlightenment.
Sajian singkat di atas setidaknya akan
mengawali uraian penulis tentang pusat-pusat transmisi warisan Ilmiah Muslim ke
Eropa, bentuk-bentuk transmisi yang diadopsi Eropa, Proses penyerapannya ke dalam
tradisi ilmiah Eropa serta jejak pengaruh transmisi Ilmiah Muslim terhadap
Eropa yang semuanya terangkai dalam Bingkai Warisan Ilmiah Muslim dan
Renaisance Eropa.
B. Pusat-Pusat
Transmisi Warisan Ilmiah Muslim ke Eropa
1.Andalusia
Masuknya Islam
ke Spanyol yaitu setelah Abdur Rahman ad-Dakhil ( 756M) berhasil membangun
pemerintahan yang berpusat di Andalusia dan pertengahan abad 9M Islam telah
meliputi seluruh Spanyol.
Phillip K Hitti mengungkapkan bahwa kaum
Muslimin Spanyol telah menorehkan catatan yang paling mengagumkan dalam sejarah
intelektual pada abad pertengahan di Eropa. Antara abad 2-7H/8-13M, cendikiawan
dan ulama Islam telah membawa perkembangan kebudayaan dan peradaban penting ke
seluruh pelosok dunia. Di samping itu mereka juga merupakan peranan yang
menghubungkan ilmu dan filsafat Yunani klasik sehingga khazanah kuno itu ditemukan kembali. Tidak hanya sebagai mediator,
tetapi mereka juga memberikan beberapa penambahan dan proses transmisi sedemikian rupa sehingga
memungkinkan lahirnya pencerahan di Eropa Barat. Dalam semua proses tersebut
bangsa Arab-Spanyol mempunyai andil yang sangat besar.[3]
Cendekiawan dan ulama Islam yang
memperoleh ilmu dan filsafat dari peradaban Yunani klasik itu mengembangkan dan
mengadakan penelitian melalui lembaga universitas. Berdirilah universitas
Cordova, Sevile, Malaga dan Granada. Universitas cordova memiliki fakultas
kedokteran, matematika, astronomi, teologi dan hukum yang setiap tahun menerima
ribuan mahasiswa dan para alumninya mendapat peluang untuk menduduki jabatan
tinggi di pemerintahannya.[4]
Oleh
karena itu tidaklah
mengherankan jika pada saat kekhilafahan Islam berkuasa saat itu Spanyol
menjadi pusat pembelajaran (centre of
learning) bagi masyarakat Eropa dengan adanya Universitas Cordova.
Universitas
di Andalusia (Spanyol) biasa menjadi ajang pertemuan para akademis dan ruang
pembacaan publik tempat untuk membacakan puisi-pusi asli atau menyampaikan
pidato. Salah satu slogan favourite yang tertera di atas portal masuk
Universitas berbunyi : “ Dunia hanya terdiri atas empat unsur : pengetahuan
yang bijak, keadilan penguasa, doa orang soleh dan keberanian ksatria.”[5]
Di Universitas Andalusia ini banyak kaum intelektual
menimba ilmu, dan dari negeri tersebut muncul nama-nama ‘ulama besar seperti
Imam Asy-Syathibi pengarang kitab Al-Muwafaqat, sebuah kitab tentang Ushul Fiqh
yang sangat berpengaruh; Ibnu Hazm Al-Andalusi pengarang kitab Al-Fashl fi
al-Milal wa al-Ahwa’ wa an-Nihal, sebuah kitab tentang perbandingan sekte dan
agama-agama dunia, dimana bukti tersebut telah mengilhami penulis-penulis Barat
untuk melakukan hal yang sama.
Semaraknya pengembangan ilmu pengetahuan Islam di Spanyol juga diikuti dengan banyaknya perpustakaan tersebar di Spanyol yang jumlah bukunya sangat fantastis. Sejarah mencatat, perpustakaan di Cordova pada abad 10 Masehi mempunyai 600.000 jilid buku. Perpustakaan Al Hakim di Andalusia mempunyai berbagai buku dalam 40 kamar yang setiap kamarnya berisi 18.000 jilid buku. Sementara ratusan tahun sesudahnya (abad 15 M), menurut catatan Catholik Encyclopedia, perpustakaan Gereja Canterbury yang merupakan perpustakaan dunia Barat yang paling kaya saat jumlah bukunya tidak melebihi 1.800 jilid buku.
Semaraknya pengembangan ilmu pengetahuan Islam di Spanyol juga diikuti dengan banyaknya perpustakaan tersebar di Spanyol yang jumlah bukunya sangat fantastis. Sejarah mencatat, perpustakaan di Cordova pada abad 10 Masehi mempunyai 600.000 jilid buku. Perpustakaan Al Hakim di Andalusia mempunyai berbagai buku dalam 40 kamar yang setiap kamarnya berisi 18.000 jilid buku. Sementara ratusan tahun sesudahnya (abad 15 M), menurut catatan Catholik Encyclopedia, perpustakaan Gereja Canterbury yang merupakan perpustakaan dunia Barat yang paling kaya saat jumlah bukunya tidak melebihi 1.800 jilid buku.
Andalusia saat itu menjadi pusat pengembangan ilmu
pengetahuan, tempat cendikiawan dan ulama Islam di Barat dan Cordova serta menjadi kota raksasa Islam yang
menerangi dunia dengan cahaya gilang-gemilang sehingga universitasnya pada saat
itu juga dipenuhi oleh banyak mahasiswa Katolik dari Perancis, Inggeris, Jerman
dan Italia. Pada masa itu, para pemuda Kristen dari berbagai negara di Eropa
dikirim berbondong-bondong ke sejumlah perguruan tinggi di Andalusia guna
menimba ilmu pengetahuan dan teknologi dari para ilmuwan muslim. Adalah Gerard
dari Cremona; Campanus dari Navarra; Aberald dari Bath; Albert dan Daniel dari
Morley yang telah menimba ilmu demikian banyak dari para ilmuwan muslim, untuk
kemudian pulang dan menggunakannya secara efektif bagi penelitian dan
pengembangan di masing-masing bangsanya. Dari sini kemudian sebuah revolusi
pemikiran dan kebudayaan telah pecah dan menyebarluas ke seluruh masyarakat dan
seluruh benua. Para pemuda Kristen yang sebelumnya telah banyak belajar dari
para ilmuwan muslim, telah berhasil melakukan sebuah transformasi nilai-nilai
yang unggul dari peradaban Islam yang kemudian diimplementasikan pada peradaban
mereka (Barat) yang selanjutnya berimplikasi terhadap kemajuan diberbagai
bidang ilmu pengetahuan.
Apalagi setelah Toledo jatuh ke tangan Kristen pada
tahun 478 H/1085M, menjadikan kota itu sebagai pusat saluran utama proses
peralihan khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berbahasa Arab ke Eropa. Di
Todelo ini Uskup Bear Raymond I (520-547H/1126-1152M) membangun sekolah khusus
penterjemah dan sekolah kajian orientalisme yang pertama di Eropa, atas
permintaan para pendeta dengan tujuan utama untuk mempersiapkan para misionaris
Kristen ke kalangan Islam. Penterjemah dari Toledo yang paling produktif adalah
Gerard Cremona, telah menterjemahkan ke dalam bahasa Latin karya berbahasa Arab
sebanyak 71 judul.[6]
Pada akhir abad 7H/13M ilmu pengetahuan dan filsafat
Arab telah dipindahkan ke Eropa yang bergerak dari Todelo melalui Pyrenees,
Provence dan Alpine terus ke kawasan Lorraine, Jerman, Eropa Tengah dan daratan
Inggris Raya.
Sebagai pusat peradaban Islam Andalusia telah
memberikan kontribusi yang besar terhadap tumbuh dan berkembangnya peradaban
modern di dunia Eropa.
b. Sisilia
Tidak dapat terbantahkan bahwa Sisilia sebagai pusat kebudayaan muslim
paling penting setelah Andalusia yang kemudian mengalir ke Eropa dan melahirkan
renaisance.
Berakhirnya kekuasaan Islam di Sisilia ditandai dengan
runtuhnya kerajaan kalbiyah, setelah hampir dua abad Islam menguasai Sisilia.
Pangeran Roger I putra Tancred de Hauteville dari Normandia merebut kota
Messina tahun 452H/1060M, menyusul kota Palermo tahun 464H/1071M, Siracuse
tahun 478H/1085, dan dipungkas dengan penaklukan Maltra tahun 483H/1090M.
Roger I
(w.495H/1101M) yang menguasai Sisilia, tetap melindungi para cendikiawan,
filosof dan astrolog Arab dan para dokter, dan memberi kebebasan penuh kepada
masyarakat non kristen untuk menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya.
Istana Palermo lebih bernuansa ketimuran (Arab) ketimbang barat. Lebih dari
satu abad setelah Sisilia dikuasai Kristen, beberapa jabatan penting masih
dipegang oleh umat Islam. Pengaruh Arab di Sisilia dimulai oleh Roger I, dan
mencapai puncaknya pada masa anaknya Roger II (525-549H/1130-1154M) dan
Frederik II. Roger II berpakaian layaknya muslim, jubahnya dihiasi
karakter-karakter Arab, bahkan ketika cucunya William II (562-585H/1166-1189M)
berkuasa, beberapa wanita Kristen di Palermo Ibukota Sisilia mengenakan pakaian
Muslim.[7]
Adalah
Fredrik II (612-684H/1215-1250M) yang merupakan cucu Roger II dan penguasa
sipil tertinggi di dunia kristen serta penguasa Sisilia dan Jerman juga
pemegang jabatan kaisar suci Romawi dan raja Jerussalem karena hubungan
perkawinannya dengan pewaris kerajaan yaitu Isabelle.
Fredrik
II mempunyai kesenangan hubungan politik dan dagang dengan dunia Islam, khususnya
dengan Sultan al-Kamil Muhammad, sepupu Shalah al-Din dari Dinasti Ayyubiyah di
Mesir (615-636H/1218-1238M). [8]
Musyrifah
Sunanto dalam bukunya Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu pengetahuan Islam
yang kemudian dibahasakan ulang oleh Lisga Hidayat Siregar menuturkan bahwa
Frederik II mempunyai seorang penterjemah Theodore (Thadhuri), yang
menterjemahkan karya-karya berbahasa Arab ke dalam bahasa Latin seperti Sirr
al-Asrar tentang ilmu kesehatan Theodore telah menghadirkan gambaran tentang
muslim Spanyol terpelajar di Sisilia dan Italia. Universitas Naples, didirikan
Frederik II pada tahun 621H/1224M, merupakan universitas pertama di Eropa.
Universitas ini menyediakan koleksi naskah-naskah berbahasa Arab yang sangat
berlimpah. Karya Aristoteles dan Ibn Rusyd, diperintahkan Frederik untuk
diterjemahkan dan digunakan dalam kurikulum. Salinan terjemahan ini dikirim ke
Universitas-universitas di Eropa seperti Bologna dan Paris. Salah seorang
alumni universitas Naples ialah Thomas Aquinas, pemimpin Katolik yang terkenal.[9]
Pada abad
8H/14M dan abad-abad berikutnya, kajian berbahasa Arab dipelajari di
universitas-universitas di Eropa, seperti di Oxford dan Paris tetapi dengan
tujuan untuk menyiapkan para misionaris Kristen untuk dikirim ke wilayah-wilayah
Muslim.[10]
Ensiklopedia
kedokteran karya al-Razi satu-satunya karya besar dalam bidang kedokteran yang
diterjemahkan oleh Faraj ben Salim seorang dokter Yahudi Sisilia ke dalam
bahasa Latin pada tahun 678H/1279M telah diterbitkan dalam berbagai manuskrip pada
abad-abad berikutnya. Pada saat itu banyak diterjemahkan buku dalam bidang
astronomi dan matematika. Palermo ibukota Sisilia menjadi tempat kegiatan
penterjemahan buku-buku ulama yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin.
Kemudian dibawa ke Eropa bagian Selatan, yang kemudian melahirkan Renaisance Italia.[11]
Para raja
Normandia dan para penerusnya bukan saja menguasai Sisilia tetapi juga sampai
ke kawasan Italia Utara, membuat jembatan untuk mentransmisikan berbagai elemen
kebudayaan Islam ke Eropa. Pada pertengahan abad 4H/10M jejak-jejak pengetahuan
Arab bisa didapatkan dengan jelas di sebelah Utara Alps (Eropa). Lama setelah
Sisilia dan bagian selatan Semenanjung Eropa telah kembali pada kekuasaan
Kristen, para perajin dan seniman terus berkembang dan berproduksi sebagaimana
terbukti dari mosaik-mosaik dan tulisan-tulisan yang menghiasi kapel-kapel
Palatine.[12]
Uraian ini jelas mengungkapkan bahwa Sisilia mempunyai
kontribusi dan peran yang signifikan dalam proses pewarisan khazanah ilmiah ke
Eropa.
3. Suriah
Suriah
sebagai wilayah utama dalam hubungan dunia Islam dan kristen Barat berpengaruh
besar menyebarkan kebudayaan Islam kepada perkembangan budaya Kristen di Eropa
melalui tentara Salib di peperangan Salib.
Perang Salib yang berlangsung lama yang mulai tahun
489H/1095M dan berakhir tahun 691H/1291M, peperangan berlangsung tidak secara
terus-menerus tetapi ada masa perdamaian, disinilah terjadi interaksi budaya
antara Barat dan timur walaupun lebih banyak menguntungkan Barat yang meliputi
aspek seni, perdagangan dan industri dari pada aspek sastra dan keilmuwan.[13]
C.
Bentuk-Bentuk Transmisi yang diadopsi Eropa
Bila ditelusuri bentuk-bentuk transmisi khasanah Islam ke
Barat, setidaknya terdapat dua jalur paling menonjol yaitu melalui kontak
intelektual dan perang salib.
1.
Kontak Intelektual
Kemajuan lembaga-lembaga pendidikan Islam di Andalusia
dan Sisisilia ternyata membawa dampak yang sangat besar dalam memotivasi
intelektual Eropa untuk belajar di universitas yang ada di kota-kota tersebut. Di Andalusia
banyak sekali orang-orang Eropa berdatangan untuk kepentingan studi dan transfer
cultural. Sebut saja misalnya, Michael Scot, Robert Chester, Adelard Barth,
Gerard dari Cremona, dan lain-lain nama yang merintis kegiatan studi di
Andalusia.
Selain
itu kontak langsung para ilmuwan Eropa dengan karya-karya asli intelektual
Muslim, karya-karya tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan
bahasa Eropa lainnya,diantara nama–nama Penerjemah Literatur
islam tersebut antara lain :
·
Dari bahasa Arab ke
dalam bahasa latin :
Adelard of bath, Alfred of Sarashel Armengandus, Son of Blaise Bonacosa, Constantinus Africanus, Domigo Gundasalvo, Faraj bin Salim Givanni da Brescia Joannes Brixiensis, Gustav Flugel, Herman the german, Herman the Dalmation, Hugo Sancceliensis, John of Seville, Joannes saracenus Afflacius, Marc of Toledo,Michael Scott, Moses of Palermo, Peter of Cluny, Peter Gallego, Plato of Tiboli ( Plato Tiburtinus ), Philip of Tripoli, Rudolf of Bruges, Robert of Chester, salio of Padua, Stephen of Antioch, Stepanus Arnoldi, Stephen of saragosa, Theodore of Antioch, Gerard of Cremona, Wilbelmus de Linisapud Neapolim
Adelard of bath, Alfred of Sarashel Armengandus, Son of Blaise Bonacosa, Constantinus Africanus, Domigo Gundasalvo, Faraj bin Salim Givanni da Brescia Joannes Brixiensis, Gustav Flugel, Herman the german, Herman the Dalmation, Hugo Sancceliensis, John of Seville, Joannes saracenus Afflacius, Marc of Toledo,Michael Scott, Moses of Palermo, Peter of Cluny, Peter Gallego, Plato of Tiboli ( Plato Tiburtinus ), Philip of Tripoli, Rudolf of Bruges, Robert of Chester, salio of Padua, Stephen of Antioch, Stepanus Arnoldi, Stephen of saragosa, Theodore of Antioch, Gerard of Cremona, Wilbelmus de Linisapud Neapolim
·
Dari bahasa Arab ke
bahasa Spanyol.
Abraham
of Toledo, Alfonso X, Dinis ( Diniz ), Isaac bin Sid, udah bin Moses, Judah bin
Moses Hakosen, Sanuel Ha-levi Abul Afia
·
dari bahasa Arab/
latin ke bahasa Hebrew / Ibrani
Abraham ben Hayya Ha Nasi,Abraham ben Meir
Ibn Ezra, Abraham ben Nathan Ha Yarhi, Abraham ben samuel Ibn Hasdai Ha-Levi,
Ahitub ben Isaac, David ibn Ya-Ish, Isaac ben Nathan of Cordova, Jacob ben Abba
Mari ben Simon, Jacob ben Moses Ibn Abbasi Ha-Bedarshi, Jacob ben Abi Abraham
Isaac ben Al carsono, Joseph ben Isaac Qimbi, Joseph been Joshua I, Joseph ben
Joshoua II, jacob ben mahir ibn Tibbon, Judah ben Saul Ibn Tibbon, Judah ben
Solomon al Harizi, Judah ben Solomon Ibn Labbi, Judah ben Solomon Nathan, Moses
ben Solomon of Beaucaire, Moses Ibn Tibbon, Nathan ben Elizar, Qalomonymos ben
David the Elder, Salama, Samuel ben Jacob of Capua, Solomon ben Joseph Ibn
Ayyub Ha-sefardi, Samuel ben judah of Marselle, samuel ben Judah Ibn tibbon,
Salomon ben labi, salomon ben Peter, samson ben salomon, samuel ben Solomon
Ha-Meati, samuel ibn Motot, Shem –top ben Isaac, Solomon Bonirac, tadros
tadrosi, Zerahiah Gracian, Qaloynos ben Qolamos. Nama–nama Penerjemah Literatur
islam
·
Dari bahasa Arab ke
dalam bahasa latin :
Adelard of bath, Alfred of Sarashel Armengandus, Son of Blaise Bonacosa, Constantinus Africanus, Domigo Gundasalvo, Faraj bin Salim Givanni da Brescia Joannes Brixiensis, Gustav Flugel, Herman the german, Herman the Dalmation, Hugo Sancceliensis, John of Seville, Joannes saracenus Afflacius, Marc of Toledo,Michael Scott, Moses of Palermo, Peter of Cluny, Peter Gallego, Plato of Tiboli ( Plato Tiburtinus ), Philip of Tripoli, Rudolf of Bruges, Robert of Chester, salio of Padua, Stephen of Antioch, Stepanus Arnoldi, Stephen of saragosa, Theodore of Antioch, Gerard of Cremona, Wilbelmus de Linisapud Neapolim
Adelard of bath, Alfred of Sarashel Armengandus, Son of Blaise Bonacosa, Constantinus Africanus, Domigo Gundasalvo, Faraj bin Salim Givanni da Brescia Joannes Brixiensis, Gustav Flugel, Herman the german, Herman the Dalmation, Hugo Sancceliensis, John of Seville, Joannes saracenus Afflacius, Marc of Toledo,Michael Scott, Moses of Palermo, Peter of Cluny, Peter Gallego, Plato of Tiboli ( Plato Tiburtinus ), Philip of Tripoli, Rudolf of Bruges, Robert of Chester, salio of Padua, Stephen of Antioch, Stepanus Arnoldi, Stephen of saragosa, Theodore of Antioch, Gerard of Cremona, Wilbelmus de Linisapud Neapolim
·
Dari bahasa Arab ke
bahasa Spanyol.
Abraham
of Toledo, Alfonso X, Dinis ( Diniz ), Isaac bin Sid, udah bin Moses, Judah bin
Moses Hakosen, Sanuel Ha-levi Abul Afia
·
dari bahasa Arab/
latin ke bahasa Hebrew / Ibrani
Abraham
ben Hayya Ha Nasi,Abraham ben Meir Ibn Ezra, Abraham ben Nathan Ha Yarhi,
Abraham ben samuel Ibn Hasdai Ha-Levi, Ahitub ben Isaac, David ibn Ya-Ish,
Isaac ben Nathan of Cordova, Jacob ben Abba Mari ben Simon, Jacob ben Moses Ibn
Abbasi Ha-Bedarshi, Jacob ben Abi Abraham Isaac ben Al carsono, Joseph ben
Isaac Qimbi, Joseph been Joshua I, Joseph ben Joshoua II, jacob ben mahir ibn
Tibbon, Judah ben Saul Ibn Tibbon, Judah ben Solomon al Harizi, Judah ben
Solomon Ibn Labbi, Judah ben Solomon Nathan, Moses ben Solomon of Beaucaire,
Moses Ibn Tibbon, Nathan ben Elizar, Qalomonymos ben David the Elder, Salama, Samuel
ben Jacob of Capua, Solomon ben Joseph Ibn Ayyub Ha-sefardi, Samuel ben judah
of Marselle, samuel ben Judah Ibn tibbon, Salomon ben labi, salomon ben Peter,
samson ben salomon, samuel ben Solomon Ha-Meati, samuel ibn Motot, Shem –top
ben Isaac, Solomon Bonirac, tadros tadrosi, Zerahiah Gracian, Qaloynos ben
Qolamos.[14]
Philip K.Hitti dalam
bukunya History of the Arabs menguraikan lebih lanjut beberapa karya
intelektual Muslim yang dijadikan referensi dan kemudian diterjemahkan oleh
ilmuwan Eropa:
- di
bidang botani dan farmasi dikenal Abdullah ibn Ahmad ibn Baythar (w.646H/1248M)
dari Malaga. Karyanya al-Mughni fi al-Adawiyah al-Mufradah al-Adawiyah wa
al-Aghdziyyah sebanyak 4 jilid, yang menjelaskan tentang obat-obatan sederhana yang berasal dari binatang, sayur-sayuran dan
bahan-bahan mineral. Buku ini menjelaskan 1400 item, 200 tanaman merupakan
temuan baru untuk pengobatan dan herbal. Bukun ini telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Perancis oleh Lucien Leclerc (1877). Sedang ke dalam bahasa Latin (1758)
oleh Gerard Cremonia dengan judul Simplicia.
- Sementara
ahli bedah terbesar Arab Abu al-Qasim Khalaf ibn Abbas al-Zahrawi (Abulcasis)
(w.404H/1013M). Karyanya al-Tashrif li Man ‘Ajaz’an al-Ta’lif (pertolongan bagi
yang merasa kesulitan memahami risalah besar) yang menjelaskan ilmu bedah pada
zamannya. Beliau menekankan ide-ide baru tentang bedah, seperti membakar luka,
menghancurkan batu dalam kantung kemih, serta vivisection dan pembedahan. Ilmu
bedah ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan
telah diterbitkan di Venesia tahun 1497, di Basel pada tahun 1541 dan di Oxford
pada tahun 1778.[15]
- Dalam
bidang kedokteran dikenal Abu Marwan Abd al-Malik ibn Abi al-‘Ala ibn Zukr
(Avenzoar) dari Seville (487-558H/1094-1162M). Karyanya al-Taisir fi al-Mudawah
wa al-Tadbir (mudah mengobati dan metode diet). Beliau menjadi orang yang
pertama yang membahas rasa sakit pada tulang dan menerangkan tentang penyakit
gatal-gatal.Bukunya ini membahas topik yang lebih spesifik dibanding kulliyat karya
Ibn Rusyd, temannya sekaligus pengagumnya.
- Dalam
proses peralihan ilmu kedokteran dari Arab Spanyol ke Eropa Constantine dan
Gerard Cremona sangat berperan penting dalam menterjemahkan Tashrif karya
al-Zahrawi, al-Manshur karya al-Razhi, al-Qanun karya Ibn Sina. Demikian juga
Faraj Ibn Salim (Fararius Faragut) seorang Yahudi Sisilia yang telah
menterjemahkan al-Hawi karya al-Razi dan Taqwim al-Abadan karya Ibn Jazlah.
Melalui karya terjemahan ini sejumlah istilah kedokteran dalam bahasa Arab
diperkenalkan ke bahasa Eropa seperti istilah julep (julab, air mawar), rob
(rub, pengawet jus buah) syrup (syirab, larutan gula dan air), soda (shuda,
sakit kepala sebelah), alcohol (al-kuhl), alembic (al-inbiq), alkali, antimony
(Itsmiyah), allude (al-utsal), realgar (rahj alghar), tutty (tutiya).[16]
- Dari
bidang astronomi para ahli mengembangkan dan menulis kembali sistem astronomi
Aristoteles dan membedahnya dari sistem Ptolemius. Astronomi Arab Spanyol
paling awal adalah al-Majriti dari Cordova (w.398H/1007M) al-Zarqali dari
Toledo (w.480/1087M) dan Ibn Aflah dari Seville (w.545H/1150M). Karya-karya
utama muslim di bidang astronomi telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada
abad 6H/12M oleh Gerard Cremona, seperti Kitab al-Hay’ah karangan Jabir ibn
Aflah (Geberfilius Afflae).para astronom ini telah meninggalkan jejak yang
terungkap dari kebanyakan nama-nama bintang dalam bahsa Eropa yang diserap dari
bahasa Arab seperti Acrab(‘aqrab, kalajengking), Algedi (al-jadi, anak-anak),
Altair (al-Thair, burung), Deneb (dzanab, ekor), Phekad (farqad, anak sapi). [17]
- Di
bidang filsafat dikenal Abu Bakr Muhammad ibn Yahya ibn Bajah (Avempace) (w.
533H/1138M) dari Saragossa. Karya filsafatnya Tadbir al-Mutawallid (Rezim yang
seiman). Beliau menjelaskan bahwa manusia yang lemah bisa mencapai persatuan
dengan Intelek Aktif. Setelah Ibn Bajah dikenal Abu Bakr Muhammad Ibn Abd
al-Malik ibn Thufayl (w.581H/1185M) dan Granada. Karya besarnya adalah roman
filsafat berjudul Hayy ibn Yaqzhan (yang hidup, anak kesadaran) yang
menjelaskan bahwa manusia dengan kapasitas yang dimilikinya tanpa bantuan
sedikitpun dari luar mampu mencapai pengetahuan tentang dunia yang lebih
tinggi, dan secara bertahap bisa menemukan ketergantungannya dengan realitas
puncak. Karyanya ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Edward
pococke (1671), Belanda (1672), Rusia (1920), dan Spanyol (1934), novel Robin
Cruose juga bersumber dari roman filsafat ini.[18]
2.
Kontak Perang Salib
Siria dan sekitarnya, seperti
diketahui, adalah wilayah di mana Islam dan Barat berjumpa dalam bentuk perang
Salib. Perang yang berlangsung antara 1095 sampai 1291, sedikitnya hal ini punya
pengaruh terhadap transmisi pemikiran dan sains Islam ke Barat. Kendati
demikian, disadari bila pengaruh perang salib di sini tidaklah begitu intens,
mengingat orang-orang yang datang sebagai pasukan Salib adalah ksatria-ksatria
perang dan bukan ilmuan. Sehingga, dapat dikatakan bahwa sekiranya pun terjadi
transmisi akibat perang salib tetapi bentuknya tak lebih dari peniruan tatacara
hidup sebagai hasil kekaguman Barat—dalam hal ini pasukan Salib—terhadap
masyarakat Islam yang mereka lihat. Transmisi terlihat terutama pada
kemiliteran, arsitektur, teknologi pertanian, industri, rumah-rumah sakit,
permandian umum, dan dalam batas tertentu juga sastra.
Di samping dua bentuk yang
mengakibatkan terjadinya transmisi pemikiran dan sains Islam ke Barat, tak
sedikit historian melihat bila terdapat pula pengaruh kontak pribadi dalam
proses itu. Pandangan ini berangkat dari satu kenyataan bahwa sejak penaklukan
Siria, Mesir dan Persia oleh ekspedisi-ekspedisi Islam sejak khalifah 'Umar ibn
al-Khattab, tak sedikit orang-orang Kristen di Timur (Bizantium) menjalin
kontak pribadi dengan orang-orang Islam. Karena semangat liberasi, moderasi dan
toleransi yang dimiliki umat Islam, sehingga orang-orang Kristen tidak
menemukan halangan dalam mengikuti kegiatan intelektual dan kebudayaan kaum
Muslim. Tak jarang di antara mereka menjadi tokoh-tokoh penting dalam gerakan
keilmuan Islam yang lahir kemudian. Mereka pula yang kelak banyak membantu
menerjemahkan karya-karya keilmuan Yunani ke dalam bahasa Arab, terutama pada
paruh awal abad ke-11, karya-karya terjemahan berbahasa Arab itulah yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh sarjana-sarjana Barat.[19]
D. Proses
Penyerapannya ke dalam Tradisi Ilmiah Eropa
Tak dapat
dipungkiri termasuk oleh kalangan ilmuan
Barat—bahkan telah menjadi satu klise bahwa pengembangan sains modern dibangun
di atas kontribusi ilmuan-ilmuan Muslim. Di antara sumbangan terpenting mereka
adalah penemuan metode eksperimental, yang pada gilirannya melahirkan revolusi
di bidang sains dan teknologi hingga tingkat pengembangannya sebagai sekarang
ini. Terlepas dari keasyikan "memuja" masa lampau, fakta di atas
disebutkan tidak saja dalam rangka menjadikannya 'ibrah (pelajaran)
tetapi juga seperti disebutkan sebagai keadilan sejarah (historical justice).
Transmisi pemikiran dan sains
Islam ke Barat-Kristen Abad Pertengahan melewati tahap-tahap sebagai berikut:
Tahap pertama, Para ilmuwan Barat mengunjungi
wilayah-wilayah Muslim untuk melakukan kajian-kajian pribadi. Constantinus
Africanus (1087 M) dan Adelhard (1142 M) dari Inggris dapat disebut sebagai
perintisnya. Belakangan banyak pelajar dari Itali, Spanyol dan Prancis Selatan mendatangi universitas Muslim
untuk belajar matematika, filsafat, kedokteran, kosmografi, dan lain-lain.
Dalam waktu yang tidak lama, mereka telah menjadi kandidat profesor di
universitas-universitas pertama di Barat, yang dibangun dengan mencontoh Universitas-universitas Muslim
tersebut.
Tahap kedua, Para
mahasiswa Eropah setelah menamatkan pelajarannya dari Universitas Islam mereka
kembali ke negara asalnya dan mendirikan Universitas, dan mereka menjadi tenaga
pengajar di sekolah/ universitas tersebut. Universitas yang mereka bangun
mencontoh gaya, arsitektur, kurikulum, dan metode pengajaran dari universitas
Islam.
Nakosteen seperti yang dikutip Hasan Asari mengungkapkan bahwa kelahiran
pertama universitas-universitas Eropa bertepatan dengan arus besar terjemahan,
adaptasi dan komentar-komentar atas karya-karya Muslim dalam sains, teknologi,
filsafat dan teologi. Sesungguhnya universitas-universitas tersebut berdiri
sebagai akibat dari import habis-habisan tersebut dimana dunia latin mengenal
tidak hanya karya-karya kreatif Muslim tetapi juga materi-materi dari warisan
Yunani-Helenistik, Syiria-Zoroaster, dan Hindu melalui terjemahan, adaptasi,
dan komentar dalam bahasa Arab...[20]
Dan pada penghujung abad ke 6H/12M, setidaknya sudah berdiri dua
universitas di Italia ( Bologna dan Salerno), dua di Perancis (Paris dan
Montpellier), dan satu di Inggris (Oxford). Universitas awal ini kemudian
mengalami penyempurnaan dengan mengikuti berbagai model, pada abad ke 7/13,
berdiri sejumlah universitas di kota-kota lainnya seperti Vicenza 1204,
Cambridge 1209, Reggio 1210, Arezzo 1215, Padua 1222, Naples 1224 dan
lain-lain.[21]
Tahap ketiga, Disamping
mendirikan universitas, mereka juga mengadakan kelompok-kelompok penterjemahan
seluruh literatur Islam ke dalam bahasa latin. Proses penerjemahan literatur
Islam ini berlangsung selama abad ke sebelas sampai abad ke tiga belas.
sains Muslim ditransmisi ke Prancis dan
wilayah-wilayah Barat lewat Itali yang mereka adopsi dari universitas yang ada,
tiga di antaranya yang sangat termasyhur yakni universitas Al-Azhar di Kairo,
universitas Nizamiyah di Baghdad, dan universitas Cordoba di Andalusia. Untuk
yang terakhir ini, banyak orang Barat-Kristen yang belajar di sana, yang pada
urutannya kelak menjadi salah satu tempat terpenting dalam proses transmisi
pemikiran dan sains Islam ke negeri-negeri asal mereka.
E. Jejak
Pengaruh Transmisi Ilmiah Muslim terhadap Eropa
Salah satu karya pemikiran Barat yang secara jujur
melihat pengaruh pemikiran Islam terhadap pemikiran Barat-Kristen adalah Kalam
Cosmological Argument, karangan William Craig. Sementara, polemik posthumous
antara Al-Ghazali dan Ibn Rusyd misalnya, mendapatkan pantulannya dalam
pemikiran Bonaventura dan Thomas Aquinas (1226-1274). Sekalipun di bawah
bayangan inkuisisi mereka tidak akan mengakui pengaruh itu, namun para sarjana
modern menemukan bahwa itu memang ada, dan cukup substansial. Demikian pula,
sekarang ini mulai ada perhatian kepada kemungkinan adanya pengaruh pemikiran
Islam ke dalam teologi Reformasi Kristen. Misalnya, ajaran Reformasi Kristen
bahwa Kitab Suci terbuka untuk semua pemeluk (dan tidak perlu dibatasi wewenang
membaca dan menafsirkan hanya kepada kelas pendeta saja), dan bahwa setiap
pribadi manusia bertanggung jawab kepada Tuhan.[22]
Mempertimbangkan bahwa ajaran serupa itu hampir tidak dikenal di kalangan
Kristen sebelumnya, maka sulit sekali membayangkan bila para pemikir Reformis
tidak terpengaruh ajaran Islam yang relevan.
Sementara itu, dalam bidang
sains, pengaruh Islam atas Barat mencakup perkenalan ilmu-ilmu sejarah, metode
kelimuan dan penciptaan landasan bagi sains modern.
Salah satu metode
keilmuan—terutama dalam kerangka bangunan sains Islam—motif penemuan metode
eksperimental oleh kaum Muslim, memang patut dikedepankan di sini. Seperti
diketahui, dengan kian meluasnya teritori Islam—sebagai hasil gemilang
ekspedisi-ekspedisi militer (futuhat) sejak 'Umar ibn al-Khattab,
khalifah II—kaum Muslim mengalami kontak-kontak kebudayaan dan ilmiah (scientific
and cultural encounter) dengan bangsa-bangsa lain. Satu di antara kontak
terpenting adalah perjumpaan Islam dengan kebudayaan Yunani.
Namun, kata Iqbal berhubung
dengan konkretnya jiwa Al-Qur'an, sedang pemikiran Yunani bersifat spekulatif,
maka timbullah pemberontakan intelektual kaum Muslim terhadapnya di segenap
lini berfikir. Memang Al-Qur'an—bertentangan dengan pemikiran Yunani yang lebih
mengutamakan teori dan mengabaikan kenyataan—memberi perhatian yang sangat
besar kepada, di samping anfus (jiwa), juga alam empiris (afaq)
dalam terminologinya.[23]
Di bagian
lain Iqbal menulis :
....seperti semua kita ketahui, filsafat Yunani telah
merupakan tenaga kebudayaan yang besar dalam sejarah Islam. Dalam pada itu,
satu studi yang sungguh-sungguh tentang Al-Qur'an serta pelbagai mazhab agama
skolastik yang lahir di bawa pemikiran Yunani telah membuka suatu kenyataan
yang menarik sekali, yakni sementara filsafat Yunani banyak sekali membuka
cakrawala ahli-ahli pikir Islam, ia pun secara merata telah pula mengaburkan
pandangan mereka tentang Al-Qur'an. Socrates telah memusatkan perhatiannya
kepada dunia manusia semata. Baginya, satu studi yang layak tentang manusia
adalah manusia dan bukan dunia tumbuh-tumbuhan, serangga, atau bintang-bintang.
Betapa bedanya dengan ruh Al-Qur'an, yang memandang juga kepada lebah sebagai
penerima ilham Ilahi, dan menyeru tiada putusnya kepada pembacanya supaya
memperhatikan pula pertukaran angin, pergantian siang dan malam, awan, angkasa
penuh bintang, serta planet-planet yang mengarungi ruang angkasa tak bertepi.
Sebagai seorang murid Socrates yang sejati, Plato memandang rendah sekali
cerapan penginderaan yang menurut pandangannya hanya menghasilkan pendapat dan
bukan pengetahuan yang nyata. Betapa beda dengan Al-Qur'an, yang memandang
pendengaran dan penglihatan sebagai pemberian Ilahi yang sangat berharga sekali
dan dinyatakan sebagai yang bertanggung jawab kepada Tuhan dalam segala
kegiatannya....
Sengaja diketengahkan kutipan
Iqbal di sini secara agak panjang untuk memperlihatkan bila metode
induktif-empirikal bukanlah adopsi dari pemikiran Yunani. Dari kutipan itu
jelas pula terlihat jika paradigma pemikiran Yunani cenderung bercorak
deduktif-rasional dan karena itu pula "melangit". Sedangkan pemikiran
Islam, dengan metode induktif-empirikalnya dapat dipandang sebagai upaya
"pembumian" pemikiran sehingga menyentuh langsung kebutuhan dasar (basic
need) umat manusia.
Segeralah, setelah itu, Islam
melahirkan tidak sedikit ilmuan-ilmuan eksperimental yang luar biasa. Kepada
sebagian di antara mereka inilah Roger Bacon, bahkan juga Francis Bacon—yang
kemudian disebut-sebut sebagai 'penemu' metode eksperimental di Barat—belajar
di universitas Islam di Spanyol.
Di samping afaq (alam
empirik) dan anfus (jiwa), Al-Qur'an juga banyak menyebut sejarah
sebagai sumber pengetahuan. Walhasil, kaum Muslim tercatat sebagai
sejarawan-sejarawan—dalam arti sesungguhnya istilah ini—yang paling dini dalam
sejarah umat manusia. Kita, misalnya, mengenal Al-Thabari, Ibn al-Atsir,
Al-Mas'udi dan puncaknya Ibn Khaldun sebagai sejarawan dan
historiograf-historiograf paling dini. Bahkan untuk tokoh yang terakhir ini,
dipandang sebagai filsuf sejarah yang pertama di dunia.
Penemuan metode eksperimental
oleh cendekiawan Muslim memperlihatkan kemudian pengaruhnya yang amat besar
terhadap penciptaan landasan sains modern. Sejak Roger Bacon dan Francis Bacon
"merumuskan" kembali metode empirikal sebagai metode keilmuan, sains
Barat tiba-tiba saja mengalami revolusi. Suatu iklim keilmuan yang kelak
berpengaruh terhadap gerakan Renaisans di Barat.
MM.
Sharif dalam “ History of Muslim Philosophy “ melihat bahwa pengaruh filsafat
Islam terhadap perkembangan pemikiran di barat dapat ditinjau dari beberapa hal
:
1. Filsafat islam memberikan inisiatif gerakan humanisme dalam masyarakat barat.
2. Memperkenalkan kepada Barat tentang ilmu sejarah dan metode kritik historis.
3. Memperkenalkan metodologi riset ilmiah pada masyarakat Eropah.
4. Mengadakan perpaduan antara filsafat dan ajaran agama.
5. Memberikan stimulasi atas gerakan mistis di Eropah.
6. Memberikan dasar-daras Renaisance dan kerangka pemikiran filsafat Barat baik Pra-Descartes maupun Post-Kantian.
1. Filsafat islam memberikan inisiatif gerakan humanisme dalam masyarakat barat.
2. Memperkenalkan kepada Barat tentang ilmu sejarah dan metode kritik historis.
3. Memperkenalkan metodologi riset ilmiah pada masyarakat Eropah.
4. Mengadakan perpaduan antara filsafat dan ajaran agama.
5. Memberikan stimulasi atas gerakan mistis di Eropah.
6. Memberikan dasar-daras Renaisance dan kerangka pemikiran filsafat Barat baik Pra-Descartes maupun Post-Kantian.
Berikut
ini dikemukakan beberapa pengaruh ditinjau dari beberapa aspek:
1.Pengaruh Pemikiran rasionalis
1.Pengaruh Pemikiran rasionalis
Masih
banyak kaum terpelajar yang beranggapan bahwa pemikiran rasionalis berasal dari
barat, dan mereka merupakan penemu dan peletak dasar sains modern. Tanpa
mengecilkan sumbangan mereka dalam perkembangan pemikiran rasionalis,
sebenarnya aliran filsafat rasionalis berhulu dari nilai-nilai rasionalis yang
berkembang dalam Islam, dan buku-buku filsafat Islam.
Roger
Bacon, yang dikenal sebagai salah seorang peletak dasar bagi pemikiran
rasionalis barat ternyata mempelajari bahasa Arab dan banyak membaca
buku-buku-buku pengatahuan islam, dan dia merupakan salah seorang team
penterjemahan literatusr islam dari Universitas Oxford. Sejak Roger Bacon ,
barulah semangat pengkajian ilmiah dengan metode ekspriment berkembang di
seluruh Eropah.
G.R.kaye
dalam ‘ A Guide to Old Observation “ mengatakan bahwa kaum intelektual arab dan
astronom muslim mengadakan metode penelitian yang lain daripada pendahulu
mereka. Mereka para ilmuwan muslim tersebut melakukan observasi , membangun
pusat-pusat penelitian, dan menciptakan instrumen penelitian, juga mengadakan
koreksian terhadap rumus-srumus yang ditemukan oleh Ptolemius.
Dengan demikian, ternyata bahwa semangat pengkajian dan penelitian ilmiah, metode investigasi, metode ekspriment, observasi, dan pengukuran yang merupakan dasar pemikiran rasionalis dan ilmu matematika bukanlah ditemukan dari budaya yunani tetapi diambil dari peradaban dan pemikiran Islam.
Dengan demikian, ternyata bahwa semangat pengkajian dan penelitian ilmiah, metode investigasi, metode ekspriment, observasi, dan pengukuran yang merupakan dasar pemikiran rasionalis dan ilmu matematika bukanlah ditemukan dari budaya yunani tetapi diambil dari peradaban dan pemikiran Islam.
Oleh
sebab itu pemikiran –pemikiran Ibnu Sina dapat kita jumpai dalam karya Bishop
Jhon Toledo , Gundisalvi, William Auverguoe (1249) Alexander Hales ( 1245) ,
jean de la Rochele ( 1245 ), St. Bonaventure ( 1274 ), Robert Grossette ( 1253
), dan Jhon Peckasm ( 1292 ), demikian juga dalam karya Albertus magnus dan st.
thomas Aquinas.
Risalah Hayy bin Yaqdzan karya ibnu Tufail telah diterjemahkan ke dalam bahsa latin oleh Picodella Mirandola ( 1491) dan Edward Peacock ( 1961 ) dan terjemahan bahasa Inggeris dilakukan oleh G. Keith and Quaker ( 1674 ), ke dalam bahasa Belanda pada tahun 1672 dan 1701 , dalam bahasa jerman oleh J.G. pritius ( 1726 ) , T.G.Eichborn ( 1783 ) dan dalam bahasa perancis oleh L. Gauthier ( 1900 ) dan dalam bahasa Rusia oleh J. Kuzmin ( 1920 ).
Risalah Hayy bin Yaqdzan karya ibnu Tufail telah diterjemahkan ke dalam bahsa latin oleh Picodella Mirandola ( 1491) dan Edward Peacock ( 1961 ) dan terjemahan bahasa Inggeris dilakukan oleh G. Keith and Quaker ( 1674 ), ke dalam bahasa Belanda pada tahun 1672 dan 1701 , dalam bahasa jerman oleh J.G. pritius ( 1726 ) , T.G.Eichborn ( 1783 ) dan dalam bahasa perancis oleh L. Gauthier ( 1900 ) dan dalam bahasa Rusia oleh J. Kuzmin ( 1920 ).
2.Pengaruh
pemikiran teologis.
St.
Thomas aquinas yang belajar di universitas naples banyak memakai argumentasi Al
Ghazali dalam mengkritik filsafat yunani. Dalam karyanya “ Summa Theologica “
banyak terdapat persamaan ide dengan pemikiran Al ghazali tentang bukti adanya
tuhan dengan dalil “ contingency “ dan ‘ necessity “, nama-nama, sifat, dan
ilmu Tuhan, kebenaran kenabian, dan kebangkitan manusia.
Asin
palacios melihat bahwa pemikiran teologis Al Ghazali juga mempengaruhi ide
Pascal yang terkenal dalam filsafat agama. Theori Pascal : “ If youn win you
shal win all, if you loss you will loose nothing “, merupakan teori Al ghazali
yang diteruskan oleh raymond Martini dan kemudian dipakai oleh Pascal.
Robert
Hammond telah mengadakan studi komparasi antara St.Thomas Aquinas dan Al Farabi
dalam persoalan bukti dan argumentasi tentang Tuhan seperti bukti adanya gerak
dalam setiap sesuatu , hukum kausalitas aktif , dan Tuhan sebagai “eternal
being “.
3.Pengaruh
pemikiran Filosofis.
Karya-karya
Al kindi telah diterjemahkan ke dlam bahasa latin oleh Plato trivoli, Arnold
Villanova, Robert the Englishman, John of Seville, dan gerard of Cremona.
Kitab
Ihsa’ul ulum karya Al Farabi diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh
Gundisalvus ( 1151 ). Ide Al Farabi tentang argumentasi kosmologis tentang
Tuhan, dilanjutkan oleh Maimonides, St. Thomas Aquinas, kemudian oleh Spinoza,
Leibniz, dan Kant. Menurut D. Borkowski yang mengadakan pengkajian tentang
pemikiran Spinoza mengatakan bahwa siapa yang membaca dan meneliti karya
Spinoza “ de Emendatione Intelectus “ akan mendapatkan kesamaan ide dengan
pemikiran Al farabi dalam ‘ manahijul Adillah “ karena adanya kesamaan sentral
ide, motivasi, dan konsklusi dari kedua buku tersebut.
Pemikiran
Ibnu Sina juga berpengaruh dalam perkembangan pemikiran Barat, sehingga William
Auverge , sepoarng pemikir Latin dikenal dengan nama latin Avicennism,
sedangkan Roger bacon juga mengikuti teori-teori etika sosial, konsepsi kota
dan negara dan filsafat Ibnu Sina.
Menurut
M. saed Sheikh, Descartes juga mengkuti ide Ibnu Sina dlam beberapa hal :
1.Metodologi
keraguan.
2.
Thesis : “ Cogito Ergo Sum “.
3.
Argumen ontologis dan kosmologis tentang Tuhan.
Ibnu Sina berpendapat bahwa segala sesuatu di
dunia ini berstatus mungkin. Kemungkinan tersebut merupakan dasar eksistensi
segala sesuatu. Sedangkan Descartes menyatakan bahwa untuk meyakini sesuatu
harus didahului dengan suatu kemungkinan untuk diragukan, dan hanya satu yang
tidak mungkin diragukan yaitu “ saya berfikir maka saya ada “ ( Cogito Ergu Sum
).
Pembagian
antara “infinite” dan “indifinite” demikian juga ide ‘ substance “ Spinoza,
bermula dari konsep Tuhan menurut Al Ghazali. Empirisme Kant dalam level
tingkatan “ sense –experience “ dan “ moral consciousness “, juga bermula
daripada empirisme Al Ghazali dalam “ mistical experience “.Keduanya menitik
beratkan pada “ moral will “, sebagai landasan ‘ noumena “ dan “ ultimate
reality “. Seperti Al Ghazali, Hume juga menyatakan bahwa kita tidak dapat
memiliki pengetahuan tanpa hukum kausalitas dalam phenomena, demikian juga
ide-ide Al ghazali banyak mempengaruhi pemikiran Schopenhear dan Bergson.
Pengaruh
pemikiran filsafat Islam terhadap perkembangan pemikiran di barat tidak dapat
dipisahkan dari pengaruh pemikiran Ibnu Khaldun, dimana ibnu Khaldun telah
dikenal sebagai bapak Sosiologi dan peletak dasar Fiulsafat sejarah. Konsep
ibnu Khaldun mengenai perubahan sosial, demography, klasifikasi masyarakat
kepada masyarakat desa dan kota, masih berlaku hingga saat ini. Sebagaimana hal
tersebut dapat dijumpai dalam teori sosiologi barat seperti Boldin, Malthus,
Adam Smith, Mills, dan sosiolog yang lain.
4.Pengaruh pemikiran humanis
Pengaruh
peradaban muslim terhadap peradaban barat meliputi seluruh aspek kehidupan,
baik secara materi maupun intelektual. Hal ini berlangsung dikarenakan adanya
kontak antara bangsa eropah dan umat islam dalam bidang kebudayaan, pendidikan,
lembaga ilmiah, dan terutama dalam kebebasan dan semangat pencerahan pemikiran,
menggantikan suasana Eropah dimasa abad pertengahan yang masih berada dalam
tirani dan dogma gereja serta diktator feodalisme.
Semangat kebebasan yang mereka lihat dalam masyarakat muslim memberikan motivasi kepada bangsa eropah untuk bangkit mancari kebebasan berpikir dan kebebasan berbicara. Gerakan kebebasan mulai muncul di eropah pada abad ke 11 dan abad ke 12 . Faktor yang utama dari gerakan kebebasan ini adalah dengan kembalinya pasukan perang salib dari Jerussalem.
Semangat kebebasan yang mereka lihat dalam masyarakat muslim memberikan motivasi kepada bangsa eropah untuk bangkit mancari kebebasan berpikir dan kebebasan berbicara. Gerakan kebebasan mulai muncul di eropah pada abad ke 11 dan abad ke 12 . Faktor yang utama dari gerakan kebebasan ini adalah dengan kembalinya pasukan perang salib dari Jerussalem.
Kehidupan liberal dan “ freedom of thinking “ yang mereka temukan dan melihat pada masyarakat muslim , kemudian hari mereka kembangkan dalam kehidupan bermasyarakat London terutama di kawasan Universitas Oxford ( 1163 ) dan terus mempengaruhi pola pikir masyarakat menengah dan masyarakat atas. Pada saat kebebasan ini berkembang dengan pesatnya, King Richard meninggal ( pada 1199) dan digantikan oleh King John. Pada saat itu suasana kebebasan berpendapat menjadi keperluan seluruh masyarakat, terutama di kalangan masyarakatb menengah dan atas. Hal ini yang menjadi cikal bakal dikeluarkannya piagam “ Magna Carta ‘ oleh King John pada bulan Juni 121, sebagaimana dijelaskan : “ Keadaan inilah yang menyebabkan masyarakat melihat oeluang untuk mempunyai hak kebebasan lebih daripada sebelumnya sehingga dikeluarkannya piagam “ Magna Carta “. Dari paiagam ini bermula suasana demokrasi dalam masyarakat barat dari keterangan diatas dapat dilihat bahwa gerakan humanisme yang berporos pada demokrasi di barat bersumber dari gerakan humanisme yang terdapat dalam masyarakat muslim.[24]
Dari
keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa peradaban dan pemikiran Islam
merupakan “ starting point “ serta sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan
pemikiran dan peradaban barat, dan merupakan cikal bakal peradaban masyarakat
modern.
F.Kesimpulan
Filsafat
Islam juga mempunyai andil yang besar dalam perkembangan pemikiran dan
peradaban Eropah, yang dikenal dengan peradaban modern dewasa ini. Hubungan
kultural antara Islam dan barat berlangsung melalui beberapa tempat seperti
Spanyol, Sicilia, naples, dan juga melalui pergaulan antara Muslim dan pasukan
nasrani dalam perang Salib Pusat perdagangan Itali seperti kota genoa, Vinice,
Milan, dan Florence, juga merupakan media pertemuan budaya islam dan Eropah.
Para pasukan salib ( 1095 – 1270 ) yang kembali ke Eropah membawa semangat
kebebasan, toleransi, persaudaraan yang mereka lihat dalam masyarakat Islam,
sedangkan pada masa tersebut masyarakat eropah masih dalam “ age of darkness “.
Pengaruh
sains Islam terhadap sains Barat-Kristen Abad Pertengahan sangat menonjol
terutama sesaat setelah diketemukannya metode eksperimental oleh para
cendekiawan Muslim. Penemuan metode ini tidak saja "merombak" metode
deduktif-rasional pemikiran Yunani, melainkan menjadi landasan sains Barat dan
karena itu juga sains modern.
Proses transmisi dan sekaligus pengaruh sains Islam yang pernah terbangun secara gemilang terhadap sains Barat tersebut diatas merupakan gambaran sejarah yang dilalui umat Islam. Terasa sains Islam kini hanya tinggal "nostalgia" dengan adanya proses arus balik yang terjadi dalam rentang waktu yang tidak lama. Suatu kegelisahan memang. Sekarang ini ketika Barat berada dalam puncak kejayaannya peradaban Islam ada dalam kondisi kemundurannya. Meskipun sejumlah Intelektual Muslim berusaha keras mencanangkan pembaharuan Islam namun hasilnya masih harus ditunggu dalam waktu yang sulit diprediksi. Dibutuhkan kerja ekstra umat Islam untuk berfikir keras (ijtihad)—menggunakan 'aql (intelektualitas), mengekspresi fenomena alam semesta (natural phenomena) dan mengkaji Al-Qur'an secara serius dan intensif sebagai sumber ilmu yang Benar.
DAFTAR
PUSTAKA
Hasan Asari, Menguak
Sejarah Mencari ‘Ibrah, (Bandung :Cita Pustaka Media, 2006 )
Lisga Hidayat Siregar, Sejarah Peradaban Islam Klasik
(Bandung : Citapustaka Media perintis,2010)
Muhammad Iqbal, The
Reconstruction of Religious Thought in Islam, terjemahan Osman Raliby,
(Jakarta: Tinta Mas, 1966)
Nurcholish Madjid, Islam Agama
Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia, Cet. I,
(Jakarta: Paramadina, 1995)
Phillip K. Hitti, History of the Arabs, (New York :
Palgrave Macmillan 2002)
http://silajaratanadoang-mabela.blogspot.com/2011/01/perjumpaan-Islam-dan-barat-sejarah.html
[1] Hasan
Asari, Menguak Sejarah Mencari ‘Ibrah,
(Bandung :Cita Pustaka Media, 2006 ), h. 243
[2] Ibid, h.
244
[3] Phillip
K. Hitti, History of the Arabs, (New York : Palgrave Macmillan 2002), h. 737
[4] Ibid, h.
716
[5] Ibid, h.
717
[6] Lisga
Hidayat Siregar, Sejarah Peradaban Islam Klasik (Bandung : Citapustaka Media
perintis,2010), h. 202
[7]
Hitti,,,h. 775
[8] Ibid, h.
777
[9] Lisga
Hidayat Siregar,,, h. 778
[10]
Hitti,,,,h.780
[11] Haru
Nasution, Ensiklopedia Islam Indonesia, (Jakarta: Penerbit Djambatan, 2002),
Jilid II, h.302
[12]
Hitti,,,,h. 782
[13] Ibid,
h. 842
[15] Phillip
K.Hitti,,,h.735
[16] Ibid,
h.738
[17] Ibid,
h. 735
[18] Ibid,
h.738
[19] http://silajaratanadoang-mabela.blogspot.com/2011/01/perjumpaan-Islam-dan-barat-sejarah.html
[20] Hasan
Asari, Menguak Sejarah Mencari Ibrah,,,,h. 247
[21] Ibid,
h.247
[22] Nurcholish Madjid, Islam Agama
Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia, Cet. I,
(Jakarta: Paramadina, 1995), h. 47-48.
[23] Muhammad Iqbal, The
Reconstruction of Religious Thought in Islam, terjemahan Osman Raliby,
(Jakarta: Tinta Mas, 1966), h. 125-127.
[24] http://silajaratanadoang-mabela.blogspot.com/2011/01/perjumpaan-Islam-dan-barat-sejarah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar