Kamis, 01 Maret 2012

WARISAN ILMIAH MUSLIM DAN RENAISANCE EROPA


WARISAN ILMIAH MUSLIM DAN RENAISANCE EROPA
A.Pendahuluan
Sejarah telah membuktikan pada saat berjayanya peradaban Islam semangat pencarian ilmu sangat kental dalam kehidupan sehari-hari intelektual Muslim. Semangat pencarian ilmu berkembang menjadi tradisi intelektual. Secara historis tradisi intelektualisme Islam berkembang dan kian menemukan bentuknya terutama terletak antara abad ke-8 dan ke-13 M. Dalam periode pertengahan inilah, oleh banyak ahli sejarah memandang dunia Islam sebagai mengalami "pencerahan intelektual". Pendapat ini berangkat dari satu kenyataan dimana pada saat itu telah terjadi penerimaan (reception), pencatatan (preservation), dan pemindahan (transmition) ilmu pengetahuan Yunani dan bangsa lainnya ke dalam dunia Islam.
Pencapaian kemajuan dunia Islam (golden age) pada bidang ilmu pengetahuan tersebut tidak terlepas dari adanya semangat para intelektual saat itu sikap terbuka dari pemerintahan Islam ketika itu terhadap berbagai budaya dari bangsa-bangsa sebelumnya seperti Yunani, Persia, India dan yang lainnya.
Sepanjang abad ke 12 dan ke 13 semangat liberal ini secara perlahan beralih menjadi ortodoksi agama dan pola-pola pemikiran baku; orisinalitas berganti menjadi ekletisisme; karya-karya kelas dua atau kelas tiga muncul secara besar-besaran, namun tak mengandung semangat berpikir kreatif yang menjadi ciri utama dua abad sebelumnya. Para ilmuwan abad ini memfokuskan diri terutama pada evaluasi, standarisasi, komentar dan kritik atas karya-karya masa keemasan. Akibatnya dengan memudarnya semangat liberal tersebut kemunduran pendidikan Islam menjadi sangat jelas : pemikir dan penulis kreatif Muslim berkurang drastis, dan era 1300-an sama sekali tidak melahirkan ilmuwan kreatif kecuali sejarawan besar Ibn Khaldun.[1]
Kemunduran pendidikan ini sejalan dengan kemunduran peradaban Islam yang diikuti dengan transmisi warisan khazanah ilmiah. Jika kemunduran Peradaban Yunani, Bizantium dan Persia kemudian diikuti dengan arus penerjemahan warisan tersebut ke dalam bahasa-bahasa bangsa-bangsa Muslim; maka dengan kemunduran peradaban Islam kita melihat tumbuhnya upaya menerjemahkan kembali warisan yang dipelihara dan dikembangkan dalam peradaban Islam tersebut ke dalam bahasa-bahasa Eropa.[2] Lewat proses transmisi (penyebaran, penularan), diseminasi dan proliferasi dikembangkan suatu studi yang intens di Barat untuk mempelajari ilmu pengetahuan yang berkembang di dunia Islam terutama yang berkaitan dengan aspek sosiologi, hukum dan agama masyarakat Islam. Dunia Barat merasa kagum dan terperangah atas kegemilangan prestasi Islam dalam dunia sains, oleh karena itu lewat kombinasi warisan Intelektual Muslim ketika itu serta dipadu pengaisan kembali hasil peradaban dan kemajuan bangsa Yunani kuno lewat Hellenisme, Eropa mengalami zaman baru, zaman Renaisance atau enlightenment.
Sajian singkat di atas setidaknya akan mengawali uraian penulis tentang pusat-pusat transmisi warisan Ilmiah Muslim ke Eropa, bentuk-bentuk transmisi yang diadopsi Eropa, Proses penyerapannya ke dalam tradisi ilmiah Eropa serta jejak pengaruh transmisi Ilmiah Muslim terhadap Eropa yang semuanya terangkai dalam Bingkai Warisan Ilmiah Muslim dan Renaisance Eropa.
B. Pusat-Pusat Transmisi Warisan Ilmiah Muslim ke Eropa
        1.Andalusia
Masuknya Islam ke Spanyol yaitu setelah Abdur Rahman ad-Dakhil ( 756M) berhasil membangun pemerintahan yang berpusat di Andalusia dan pertengahan abad 9M Islam telah meliputi seluruh Spanyol.
        Phillip K Hitti mengungkapkan bahwa kaum Muslimin Spanyol telah menorehkan catatan yang paling mengagumkan dalam sejarah intelektual pada abad pertengahan di Eropa. Antara abad 2-7H/8-13M, cendikiawan dan ulama Islam telah membawa perkembangan kebudayaan dan peradaban penting ke seluruh pelosok dunia. Di samping itu mereka juga merupakan peranan yang menghubungkan ilmu dan filsafat Yunani klasik sehingga khazanah kuno itu ditemukan kembali. Tidak hanya sebagai mediator, tetapi mereka juga memberikan beberapa penambahan dan proses transmisi sedemikian rupa sehingga memungkinkan lahirnya pencerahan di Eropa Barat. Dalam semua proses tersebut bangsa Arab-Spanyol mempunyai andil yang sangat besar.[3]
        Cendekiawan dan ulama Islam yang memperoleh ilmu dan filsafat dari peradaban Yunani klasik itu mengembangkan dan mengadakan penelitian melalui lembaga universitas. Berdirilah universitas Cordova, Sevile, Malaga dan Granada. Universitas cordova memiliki fakultas kedokteran, matematika, astronomi, teologi dan hukum yang setiap tahun menerima ribuan mahasiswa dan para alumninya mendapat peluang untuk menduduki jabatan tinggi di pemerintahannya.[4]
Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika pada saat kekhilafahan Islam berkuasa saat itu Spanyol menjadi pusat pembelajaran (centre of learning) bagi masyarakat Eropa dengan adanya Universitas Cordova.
Universitas di Andalusia (Spanyol) biasa menjadi ajang pertemuan para akademis dan ruang pembacaan publik tempat untuk membacakan puisi-pusi asli atau menyampaikan pidato. Salah satu slogan favourite yang tertera di atas portal masuk Universitas berbunyi : “ Dunia hanya terdiri atas empat unsur : pengetahuan yang bijak, keadilan penguasa, doa orang soleh dan keberanian ksatria.”[5]
Di Universitas Andalusia ini banyak kaum intelektual menimba ilmu, dan dari negeri tersebut muncul nama-nama ‘ulama besar seperti Imam Asy-Syathibi pengarang kitab Al-Muwafaqat, sebuah kitab tentang Ushul Fiqh yang sangat berpengaruh; Ibnu Hazm Al-Andalusi pengarang kitab Al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa an-Nihal, sebuah kitab tentang perbandingan sekte dan agama-agama dunia, dimana bukti tersebut telah mengilhami penulis-penulis Barat untuk melakukan hal yang sama.

Semaraknya pengembangan ilmu pengetahuan Islam di Spanyol juga diikuti  dengan banyaknya perpustakaan tersebar di Spanyol yang jumlah bukunya  sangat fantastis. Sejarah mencatat, perpustakaan di Cordova pada abad 10 Masehi mempunyai 600.000 jilid buku. Perpustakaan Al Hakim di Andalusia mempunyai berbagai buku dalam 40 kamar yang setiap kamarnya berisi 18.000 jilid buku. Sementara ratusan tahun sesudahnya (abad 15 M), menurut catatan Catholik Encyclopedia, perpustakaan Gereja Canterbury yang merupakan perpustakaan dunia Barat yang paling kaya saat jumlah bukunya tidak melebihi 1.800 jilid buku.
Andalusia saat itu menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan, tempat cendikiawan dan ulama Islam di Barat dan Cordova  serta menjadi kota raksasa Islam yang menerangi dunia dengan cahaya gilang-gemilang sehingga universitasnya pada saat itu juga dipenuhi oleh banyak mahasiswa Katolik dari Perancis, Inggeris, Jerman dan Italia. Pada masa itu, para pemuda Kristen dari berbagai negara di Eropa dikirim berbondong-bondong ke sejumlah perguruan tinggi di Andalusia guna menimba ilmu pengetahuan dan teknologi dari para ilmuwan muslim. Adalah Gerard dari Cremona; Campanus dari Navarra; Aberald dari Bath; Albert dan Daniel dari Morley yang telah menimba ilmu demikian banyak dari para ilmuwan muslim, untuk kemudian pulang dan menggunakannya secara efektif bagi penelitian dan pengembangan di masing-masing bangsanya. Dari sini kemudian sebuah revolusi pemikiran dan kebudayaan telah pecah dan menyebarluas ke seluruh masyarakat dan seluruh benua. Para pemuda Kristen yang sebelumnya telah banyak belajar dari para ilmuwan muslim, telah berhasil melakukan sebuah transformasi nilai-nilai yang unggul dari peradaban Islam yang kemudian diimplementasikan pada peradaban mereka (Barat) yang selanjutnya berimplikasi terhadap kemajuan diberbagai bidang ilmu pengetahuan.
Apalagi setelah Toledo jatuh ke tangan Kristen pada tahun 478 H/1085M, menjadikan kota itu sebagai pusat saluran utama proses peralihan khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berbahasa Arab ke Eropa. Di Todelo ini Uskup Bear Raymond I (520-547H/1126-1152M) membangun sekolah khusus penterjemah dan sekolah kajian orientalisme yang pertama di Eropa, atas permintaan para pendeta dengan tujuan utama untuk mempersiapkan para misionaris Kristen ke kalangan Islam. Penterjemah dari Toledo yang paling produktif adalah Gerard Cremona, telah menterjemahkan ke dalam bahasa Latin karya berbahasa Arab sebanyak 71 judul.[6]
Pada akhir abad 7H/13M ilmu pengetahuan dan filsafat Arab telah dipindahkan ke Eropa yang bergerak dari Todelo melalui Pyrenees, Provence dan Alpine terus ke kawasan Lorraine, Jerman, Eropa Tengah dan daratan Inggris Raya.
Sebagai pusat peradaban Islam Andalusia telah memberikan kontribusi yang besar terhadap tumbuh dan berkembangnya peradaban modern di dunia Eropa.
b. Sisilia
          Tidak dapat terbantahkan bahwa Sisilia sebagai pusat kebudayaan muslim paling penting setelah Andalusia yang kemudian mengalir ke Eropa dan melahirkan renaisance.
Berakhirnya kekuasaan Islam di Sisilia ditandai dengan runtuhnya kerajaan kalbiyah, setelah hampir dua abad Islam menguasai Sisilia. Pangeran Roger I putra Tancred de Hauteville dari Normandia merebut kota Messina tahun 452H/1060M, menyusul kota Palermo tahun 464H/1071M, Siracuse tahun 478H/1085, dan dipungkas dengan penaklukan Maltra tahun 483H/1090M.
        Roger I (w.495H/1101M) yang menguasai Sisilia, tetap melindungi para cendikiawan, filosof dan astrolog Arab dan para dokter, dan memberi kebebasan penuh kepada masyarakat non kristen untuk menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya. Istana Palermo lebih bernuansa ketimuran (Arab) ketimbang barat. Lebih dari satu abad setelah Sisilia dikuasai Kristen, beberapa jabatan penting masih dipegang oleh umat Islam. Pengaruh Arab di Sisilia dimulai oleh Roger I, dan mencapai puncaknya pada masa anaknya Roger II (525-549H/1130-1154M) dan Frederik II. Roger II berpakaian layaknya muslim, jubahnya dihiasi karakter-karakter Arab, bahkan ketika cucunya William II (562-585H/1166-1189M) berkuasa, beberapa wanita Kristen di Palermo Ibukota Sisilia mengenakan pakaian Muslim.[7]
        Adalah Fredrik II (612-684H/1215-1250M) yang merupakan cucu Roger II dan penguasa sipil tertinggi di dunia kristen serta penguasa Sisilia dan Jerman juga pemegang jabatan kaisar suci Romawi dan raja Jerussalem karena hubungan perkawinannya dengan pewaris kerajaan yaitu Isabelle.
        Fredrik II mempunyai kesenangan hubungan politik dan dagang dengan dunia Islam, khususnya dengan Sultan al-Kamil Muhammad, sepupu Shalah al-Din dari Dinasti Ayyubiyah di Mesir (615-636H/1218-1238M). [8]
        Musyrifah Sunanto dalam bukunya Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu pengetahuan Islam yang kemudian dibahasakan ulang oleh Lisga Hidayat Siregar menuturkan bahwa Frederik II mempunyai seorang penterjemah Theodore (Thadhuri), yang menterjemahkan karya-karya berbahasa Arab ke dalam bahasa Latin seperti Sirr al-Asrar tentang ilmu kesehatan Theodore telah menghadirkan gambaran tentang muslim Spanyol terpelajar di Sisilia dan Italia. Universitas Naples, didirikan Frederik II pada tahun 621H/1224M, merupakan universitas pertama di Eropa. Universitas ini menyediakan koleksi naskah-naskah berbahasa Arab yang sangat berlimpah. Karya Aristoteles dan Ibn Rusyd, diperintahkan Frederik untuk diterjemahkan dan digunakan dalam kurikulum. Salinan terjemahan ini dikirim ke Universitas-universitas di Eropa seperti Bologna dan Paris. Salah seorang alumni universitas Naples ialah Thomas Aquinas, pemimpin Katolik yang terkenal.[9]
        Pada abad 8H/14M dan abad-abad berikutnya, kajian berbahasa Arab dipelajari di universitas-universitas di Eropa, seperti di Oxford dan Paris tetapi dengan tujuan untuk menyiapkan para misionaris Kristen untuk dikirim ke wilayah-wilayah Muslim.[10]
        Ensiklopedia kedokteran karya al-Razi satu-satunya karya besar dalam bidang kedokteran yang diterjemahkan oleh Faraj ben Salim seorang dokter Yahudi Sisilia ke dalam bahasa Latin pada tahun 678H/1279M telah diterbitkan dalam berbagai manuskrip pada abad-abad berikutnya. Pada saat itu banyak diterjemahkan buku dalam bidang astronomi dan matematika. Palermo ibukota Sisilia menjadi tempat kegiatan penterjemahan buku-buku ulama yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Kemudian dibawa ke Eropa bagian Selatan, yang kemudian  melahirkan Renaisance Italia.[11]
        Para raja Normandia dan para penerusnya bukan saja menguasai Sisilia tetapi juga sampai ke kawasan Italia Utara, membuat jembatan untuk mentransmisikan berbagai elemen kebudayaan Islam ke Eropa. Pada pertengahan abad 4H/10M jejak-jejak pengetahuan Arab bisa didapatkan dengan jelas di sebelah Utara Alps (Eropa). Lama setelah Sisilia dan bagian selatan Semenanjung Eropa telah kembali pada kekuasaan Kristen, para perajin dan seniman terus berkembang dan berproduksi sebagaimana terbukti dari mosaik-mosaik dan tulisan-tulisan yang menghiasi kapel-kapel Palatine.[12]
Uraian ini jelas mengungkapkan bahwa Sisilia mempunyai kontribusi dan peran yang signifikan dalam proses pewarisan khazanah ilmiah ke Eropa.
3. Suriah
        Suriah sebagai wilayah utama dalam hubungan dunia Islam dan kristen Barat berpengaruh besar menyebarkan kebudayaan Islam kepada perkembangan budaya Kristen di Eropa melalui tentara Salib di peperangan Salib.
Perang Salib yang berlangsung lama yang mulai tahun 489H/1095M dan berakhir tahun 691H/1291M, peperangan berlangsung tidak secara terus-menerus tetapi ada masa perdamaian, disinilah terjadi interaksi budaya antara Barat dan timur walaupun lebih banyak menguntungkan Barat yang meliputi aspek seni, perdagangan dan industri dari pada aspek sastra dan keilmuwan.[13]
C. Bentuk-Bentuk Transmisi yang diadopsi Eropa
Bila ditelusuri bentuk-bentuk transmisi khasanah Islam ke Barat, setidaknya terdapat dua jalur paling menonjol yaitu melalui kontak intelektual dan perang salib.
1.      Kontak Intelektual
Kemajuan lembaga-lembaga pendidikan Islam di Andalusia dan Sisisilia ternyata membawa dampak yang sangat besar dalam memotivasi intelektual Eropa untuk belajar di universitas yang ada di kota-kota tersebut. Di Andalusia banyak sekali orang-orang Eropa berdatangan untuk kepentingan studi dan transfer cultural. Sebut saja misalnya, Michael Scot, Robert Chester, Adelard Barth, Gerard dari Cremona, dan lain-lain nama yang merintis kegiatan studi di Andalusia.
Selain itu kontak langsung para ilmuwan Eropa dengan karya-karya asli intelektual Muslim, karya-karya tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan bahasa Eropa lainnya,diantara nama–nama Penerjemah Literatur islam tersebut antara lain :
·         Dari bahasa Arab ke dalam bahasa latin :
Adelard of bath, Alfred of Sarashel Armengandus, Son of Blaise Bonacosa, Constantinus Africanus, Domigo Gundasalvo, Faraj bin Salim Givanni da Brescia Joannes Brixiensis, Gustav Flugel, Herman the german, Herman the Dalmation, Hugo Sancceliensis, John of Seville, Joannes saracenus Afflacius, Marc of Toledo,Michael Scott, Moses of Palermo, Peter of Cluny, Peter Gallego, Plato of Tiboli ( Plato Tiburtinus ), Philip of Tripoli, Rudolf of Bruges, Robert of Chester, salio of Padua, Stephen of Antioch, Stepanus Arnoldi, Stephen of saragosa, Theodore of Antioch, Gerard of Cremona, Wilbelmus de Linisapud Neapolim
·         Dari bahasa Arab ke bahasa Spanyol.
Abraham of Toledo, Alfonso X, Dinis ( Diniz ), Isaac bin Sid, udah bin Moses, Judah bin Moses Hakosen, Sanuel Ha-levi Abul Afia
·         dari bahasa Arab/ latin ke bahasa Hebrew / Ibrani
Abraham ben Hayya Ha Nasi,Abraham ben Meir Ibn Ezra, Abraham ben Nathan Ha Yarhi, Abraham ben samuel Ibn Hasdai Ha-Levi, Ahitub ben Isaac, David ibn Ya-Ish, Isaac ben Nathan of Cordova, Jacob ben Abba Mari ben Simon, Jacob ben Moses Ibn Abbasi Ha-Bedarshi, Jacob ben Abi Abraham Isaac ben Al carsono, Joseph ben Isaac Qimbi, Joseph been Joshua I, Joseph ben Joshoua II, jacob ben mahir ibn Tibbon, Judah ben Saul Ibn Tibbon, Judah ben Solomon al Harizi, Judah ben Solomon Ibn Labbi, Judah ben Solomon Nathan, Moses ben Solomon of Beaucaire, Moses Ibn Tibbon, Nathan ben Elizar, Qalomonymos ben David the Elder, Salama, Samuel ben Jacob of Capua, Solomon ben Joseph Ibn Ayyub Ha-sefardi, Samuel ben judah of Marselle, samuel ben Judah Ibn tibbon, Salomon ben labi, salomon ben Peter, samson ben salomon, samuel ben Solomon Ha-Meati, samuel ibn Motot, Shem –top ben Isaac, Solomon Bonirac, tadros tadrosi, Zerahiah Gracian, Qaloynos ben Qolamos. Nama–nama Penerjemah Literatur islam
·         Dari bahasa Arab ke dalam bahasa latin :
Adelard of bath, Alfred of Sarashel Armengandus, Son of Blaise Bonacosa, Constantinus Africanus, Domigo Gundasalvo, Faraj bin Salim Givanni da Brescia Joannes Brixiensis, Gustav Flugel, Herman the german, Herman the Dalmation, Hugo Sancceliensis, John of Seville, Joannes saracenus Afflacius, Marc of Toledo,Michael Scott, Moses of Palermo, Peter of Cluny, Peter Gallego, Plato of Tiboli ( Plato Tiburtinus ), Philip of Tripoli, Rudolf of Bruges, Robert of Chester, salio of Padua, Stephen of Antioch, Stepanus Arnoldi, Stephen of saragosa, Theodore of Antioch, Gerard of Cremona, Wilbelmus de Linisapud Neapolim
·         Dari bahasa Arab ke bahasa Spanyol.
Abraham of Toledo, Alfonso X, Dinis ( Diniz ), Isaac bin Sid, udah bin Moses, Judah bin Moses Hakosen, Sanuel Ha-levi Abul Afia
·         dari bahasa Arab/ latin ke bahasa Hebrew / Ibrani
Abraham ben Hayya Ha Nasi,Abraham ben Meir Ibn Ezra, Abraham ben Nathan Ha Yarhi, Abraham ben samuel Ibn Hasdai Ha-Levi, Ahitub ben Isaac, David ibn Ya-Ish, Isaac ben Nathan of Cordova, Jacob ben Abba Mari ben Simon, Jacob ben Moses Ibn Abbasi Ha-Bedarshi, Jacob ben Abi Abraham Isaac ben Al carsono, Joseph ben Isaac Qimbi, Joseph been Joshua I, Joseph ben Joshoua II, jacob ben mahir ibn Tibbon, Judah ben Saul Ibn Tibbon, Judah ben Solomon al Harizi, Judah ben Solomon Ibn Labbi, Judah ben Solomon Nathan, Moses ben Solomon of Beaucaire, Moses Ibn Tibbon, Nathan ben Elizar, Qalomonymos ben David the Elder, Salama, Samuel ben Jacob of Capua, Solomon ben Joseph Ibn Ayyub Ha-sefardi, Samuel ben judah of Marselle, samuel ben Judah Ibn tibbon, Salomon ben labi, salomon ben Peter, samson ben salomon, samuel ben Solomon Ha-Meati, samuel ibn Motot, Shem –top ben Isaac, Solomon Bonirac, tadros tadrosi, Zerahiah Gracian, Qaloynos ben Qolamos.[14] 
Philip K.Hitti dalam bukunya History of the Arabs menguraikan lebih lanjut beberapa karya intelektual Muslim yang dijadikan referensi dan kemudian diterjemahkan oleh ilmuwan Eropa:
-      di bidang botani dan farmasi dikenal Abdullah ibn Ahmad ibn Baythar (w.646H/1248M) dari Malaga. Karyanya al-Mughni fi al-Adawiyah al-Mufradah al-Adawiyah wa al-Aghdziyyah sebanyak 4 jilid, yang menjelaskan tentang obat-obatan sederhana  yang berasal dari binatang, sayur-sayuran dan bahan-bahan mineral. Buku ini menjelaskan 1400 item, 200 tanaman merupakan temuan baru untuk pengobatan dan herbal. Bukun ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis oleh Lucien Leclerc (1877). Sedang ke dalam bahasa Latin (1758) oleh Gerard Cremonia dengan judul Simplicia.
-      Sementara ahli bedah terbesar Arab Abu al-Qasim Khalaf ibn Abbas al-Zahrawi (Abulcasis) (w.404H/1013M). Karyanya al-Tashrif li Man ‘Ajaz’an al-Ta’lif (pertolongan bagi yang merasa kesulitan memahami risalah besar) yang menjelaskan ilmu bedah pada zamannya. Beliau menekankan ide-ide baru tentang bedah, seperti membakar luka, menghancurkan batu dalam kantung kemih, serta vivisection dan pembedahan. Ilmu bedah ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan telah diterbitkan di Venesia tahun 1497, di Basel pada tahun 1541 dan di Oxford pada tahun 1778.[15]
-      Dalam bidang kedokteran dikenal Abu Marwan Abd al-Malik ibn Abi al-‘Ala ibn Zukr (Avenzoar) dari Seville (487-558H/1094-1162M). Karyanya al-Taisir fi al-Mudawah wa al-Tadbir (mudah mengobati dan metode diet). Beliau menjadi orang yang pertama yang membahas rasa sakit pada tulang dan menerangkan tentang penyakit gatal-gatal.Bukunya ini membahas topik yang lebih spesifik dibanding kulliyat karya Ibn Rusyd, temannya sekaligus pengagumnya.
-      Dalam proses peralihan ilmu kedokteran dari Arab Spanyol ke Eropa Constantine dan Gerard Cremona sangat berperan penting dalam menterjemahkan Tashrif karya al-Zahrawi, al-Manshur karya al-Razhi, al-Qanun karya Ibn Sina. Demikian juga Faraj Ibn Salim (Fararius Faragut) seorang Yahudi Sisilia yang telah menterjemahkan al-Hawi karya al-Razi dan Taqwim al-Abadan karya Ibn Jazlah. Melalui karya terjemahan ini sejumlah istilah kedokteran dalam bahasa Arab diperkenalkan ke bahasa Eropa seperti istilah julep (julab, air mawar), rob (rub, pengawet jus buah) syrup (syirab, larutan gula dan air), soda (shuda, sakit kepala sebelah), alcohol (al-kuhl), alembic (al-inbiq), alkali, antimony (Itsmiyah), allude (al-utsal), realgar (rahj alghar), tutty (tutiya).[16]
-      Dari bidang astronomi para ahli mengembangkan dan menulis kembali sistem astronomi Aristoteles dan membedahnya dari sistem Ptolemius. Astronomi Arab Spanyol paling awal adalah al-Majriti dari Cordova (w.398H/1007M) al-Zarqali dari Toledo (w.480/1087M) dan Ibn Aflah dari Seville (w.545H/1150M). Karya-karya utama muslim di bidang astronomi telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad 6H/12M oleh Gerard Cremona, seperti Kitab al-Hay’ah karangan Jabir ibn Aflah (Geberfilius Afflae).para astronom ini telah meninggalkan jejak yang terungkap dari kebanyakan nama-nama bintang dalam bahsa Eropa yang diserap dari bahasa Arab seperti Acrab(‘aqrab, kalajengking), Algedi (al-jadi, anak-anak), Altair (al-Thair, burung), Deneb (dzanab, ekor), Phekad (farqad, anak sapi). [17]
-      Di bidang filsafat dikenal Abu Bakr Muhammad ibn Yahya ibn Bajah (Avempace) (w. 533H/1138M) dari Saragossa. Karya filsafatnya Tadbir al-Mutawallid (Rezim yang seiman). Beliau menjelaskan bahwa manusia yang lemah bisa mencapai persatuan dengan Intelek Aktif. Setelah Ibn Bajah dikenal Abu Bakr Muhammad Ibn Abd al-Malik ibn Thufayl (w.581H/1185M) dan Granada. Karya besarnya adalah roman filsafat berjudul Hayy ibn Yaqzhan (yang hidup, anak kesadaran) yang menjelaskan bahwa manusia dengan kapasitas yang dimilikinya tanpa bantuan sedikitpun dari luar mampu mencapai pengetahuan tentang dunia yang lebih tinggi, dan secara bertahap bisa menemukan ketergantungannya dengan realitas puncak. Karyanya ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Edward pococke (1671), Belanda (1672), Rusia (1920), dan Spanyol (1934), novel Robin Cruose juga bersumber dari roman filsafat ini.[18]

2.      Kontak Perang Salib
Siria dan sekitarnya, seperti diketahui, adalah wilayah di mana Islam dan Barat berjumpa dalam bentuk perang Salib. Perang yang berlangsung antara 1095 sampai 1291, sedikitnya hal ini punya pengaruh terhadap transmisi pemikiran dan sains Islam ke Barat. Kendati demikian, disadari bila pengaruh perang salib di sini tidaklah begitu intens, mengingat orang-orang yang datang sebagai pasukan Salib adalah ksatria-ksatria perang dan bukan ilmuan. Sehingga, dapat dikatakan bahwa sekiranya pun terjadi transmisi akibat perang salib tetapi bentuknya tak lebih dari peniruan tatacara hidup sebagai hasil kekaguman Barat—dalam hal ini pasukan Salib—terhadap masyarakat Islam yang mereka lihat. Transmisi terlihat terutama pada kemiliteran, arsitektur, teknologi pertanian, industri, rumah-rumah sakit, permandian umum, dan dalam batas tertentu juga sastra.
Di samping dua bentuk yang mengakibatkan terjadinya transmisi pemikiran dan sains Islam ke Barat, tak sedikit historian melihat bila terdapat pula pengaruh kontak pribadi dalam proses itu. Pandangan ini berangkat dari satu kenyataan bahwa sejak penaklukan Siria, Mesir dan Persia oleh ekspedisi-ekspedisi Islam sejak khalifah 'Umar ibn al-Khattab, tak sedikit orang-orang Kristen di Timur (Bizantium) menjalin kontak pribadi dengan orang-orang Islam. Karena semangat liberasi, moderasi dan toleransi yang dimiliki umat Islam, sehingga orang-orang Kristen tidak menemukan halangan dalam mengikuti kegiatan intelektual dan kebudayaan kaum Muslim. Tak jarang di antara mereka menjadi tokoh-tokoh penting dalam gerakan keilmuan Islam yang lahir kemudian. Mereka pula yang kelak banyak membantu menerjemahkan karya-karya keilmuan Yunani ke dalam bahasa Arab, terutama pada paruh awal abad ke-11, karya-karya terjemahan berbahasa Arab itulah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh sarjana-sarjana Barat.[19]


D. Proses Penyerapannya ke dalam Tradisi Ilmiah Eropa
Tak dapat dipungkiri termasuk oleh kalangan ilmuan Barat—bahkan telah menjadi satu klise bahwa pengembangan sains modern dibangun di atas kontribusi ilmuan-ilmuan Muslim. Di antara sumbangan terpenting mereka adalah penemuan metode eksperimental, yang pada gilirannya melahirkan revolusi di bidang sains dan teknologi hingga tingkat pengembangannya sebagai sekarang ini. Terlepas dari keasyikan "memuja" masa lampau, fakta di atas disebutkan tidak saja dalam rangka menjadikannya 'ibrah (pelajaran) tetapi juga seperti disebutkan sebagai keadilan sejarah (historical justice).
Transmisi pemikiran dan sains Islam ke Barat-Kristen Abad Pertengahan melewati tahap-tahap sebagai berikut:
Tahap pertama, Para  ilmuwan Barat mengunjungi wilayah-wilayah Muslim untuk melakukan kajian-kajian pribadi. Constantinus Africanus (1087 M) dan Adelhard (1142 M) dari Inggris dapat disebut sebagai perintisnya. Belakangan banyak pelajar dari Itali, Spanyol dan Prancis Selatan mendatangi universitas Muslim untuk belajar matematika, filsafat, kedokteran, kosmografi, dan lain-lain. Dalam waktu yang tidak lama, mereka telah menjadi kandidat profesor di universitas-universitas pertama di Barat, yang dibangun dengan mencontoh Universitas-universitas Muslim tersebut.
Tahap kedua, Para mahasiswa Eropah setelah menamatkan pelajarannya dari Universitas Islam mereka kembali ke negara asalnya dan mendirikan Universitas, dan mereka menjadi tenaga pengajar di sekolah/ universitas tersebut. Universitas yang mereka bangun mencontoh gaya, arsitektur, kurikulum, dan metode pengajaran dari universitas Islam.
Nakosteen seperti yang dikutip Hasan Asari mengungkapkan bahwa kelahiran pertama universitas-universitas Eropa bertepatan dengan arus besar terjemahan, adaptasi dan komentar-komentar atas karya-karya Muslim dalam sains, teknologi, filsafat dan teologi. Sesungguhnya universitas-universitas tersebut berdiri sebagai akibat dari import habis-habisan tersebut dimana dunia latin mengenal tidak hanya karya-karya kreatif Muslim tetapi juga materi-materi dari warisan Yunani-Helenistik, Syiria-Zoroaster, dan Hindu melalui terjemahan, adaptasi, dan komentar dalam bahasa Arab...[20]
Dan pada penghujung abad ke 6H/12M, setidaknya sudah berdiri dua universitas di Italia ( Bologna dan Salerno), dua di Perancis (Paris dan Montpellier), dan satu di Inggris (Oxford). Universitas awal ini kemudian mengalami penyempurnaan dengan mengikuti berbagai model, pada abad ke 7/13, berdiri sejumlah universitas di kota-kota lainnya seperti Vicenza 1204, Cambridge 1209, Reggio 1210, Arezzo 1215, Padua 1222, Naples 1224 dan lain-lain.[21]
Tahap ketiga, Disamping mendirikan universitas, mereka juga mengadakan kelompok-kelompok penterjemahan seluruh literatur Islam ke dalam bahasa latin. Proses penerjemahan literatur Islam ini berlangsung selama abad ke sebelas sampai abad ke tiga belas.
sains Muslim ditransmisi ke Prancis dan wilayah-wilayah Barat lewat Itali yang mereka adopsi dari universitas yang ada, tiga di antaranya yang sangat termasyhur yakni universitas Al-Azhar di Kairo, universitas Nizamiyah di Baghdad, dan universitas Cordoba di Andalusia. Untuk yang terakhir ini, banyak orang Barat-Kristen yang belajar di sana, yang pada urutannya kelak menjadi salah satu tempat terpenting dalam proses transmisi pemikiran dan sains Islam ke negeri-negeri asal mereka.

E. Jejak Pengaruh Transmisi Ilmiah Muslim terhadap Eropa
Salah satu karya pemikiran Barat yang secara jujur melihat pengaruh pemikiran Islam terhadap pemikiran Barat-Kristen adalah Kalam Cosmological Argument, karangan William Craig. Sementara, polemik posthumous antara Al-Ghazali dan Ibn Rusyd misalnya, mendapatkan pantulannya dalam pemikiran Bonaventura dan Thomas Aquinas (1226-1274). Sekalipun di bawah bayangan inkuisisi mereka tidak akan mengakui pengaruh itu, namun para sarjana modern menemukan bahwa itu memang ada, dan cukup substansial. Demikian pula, sekarang ini mulai ada perhatian kepada kemungkinan adanya pengaruh pemikiran Islam ke dalam teologi Reformasi Kristen. Misalnya, ajaran Reformasi Kristen bahwa Kitab Suci terbuka untuk semua pemeluk (dan tidak perlu dibatasi wewenang membaca dan menafsirkan hanya kepada kelas pendeta saja), dan bahwa setiap pribadi manusia bertanggung jawab kepada Tuhan.[22] Mempertimbangkan bahwa ajaran serupa itu hampir tidak dikenal di kalangan Kristen sebelumnya, maka sulit sekali membayangkan bila para pemikir Reformis tidak terpengaruh ajaran Islam yang relevan.
Sementara itu, dalam bidang sains, pengaruh Islam atas Barat mencakup perkenalan ilmu-ilmu sejarah, metode kelimuan dan penciptaan landasan bagi sains modern.
Salah satu metode keilmuan—terutama dalam kerangka bangunan sains Islam—motif penemuan metode eksperimental oleh kaum Muslim, memang patut dikedepankan di sini. Seperti diketahui, dengan kian meluasnya teritori Islam—sebagai hasil gemilang ekspedisi-ekspedisi militer (futuhat) sejak 'Umar ibn al-Khattab, khalifah II—kaum Muslim mengalami kontak-kontak kebudayaan dan ilmiah (scientific and cultural encounter) dengan bangsa-bangsa lain. Satu di antara kontak terpenting adalah perjumpaan Islam dengan kebudayaan Yunani.
Namun, kata Iqbal berhubung dengan konkretnya jiwa Al-Qur'an, sedang pemikiran Yunani bersifat spekulatif, maka timbullah pemberontakan intelektual kaum Muslim terhadapnya di segenap lini berfikir. Memang Al-Qur'an—bertentangan dengan pemikiran Yunani yang lebih mengutamakan teori dan mengabaikan kenyataan—memberi perhatian yang sangat besar kepada, di samping anfus (jiwa), juga alam empiris (afaq) dalam terminologinya.[23]
Di bagian lain Iqbal menulis :
....seperti semua kita ketahui, filsafat Yunani telah merupakan tenaga kebudayaan yang besar dalam sejarah Islam. Dalam pada itu, satu studi yang sungguh-sungguh tentang Al-Qur'an serta pelbagai mazhab agama skolastik yang lahir di bawa pemikiran Yunani telah membuka suatu kenyataan yang menarik sekali, yakni sementara filsafat Yunani banyak sekali membuka cakrawala ahli-ahli pikir Islam, ia pun secara merata telah pula mengaburkan pandangan mereka tentang Al-Qur'an. Socrates telah memusatkan perhatiannya kepada dunia manusia semata. Baginya, satu studi yang layak tentang manusia adalah manusia dan bukan dunia tumbuh-tumbuhan, serangga, atau bintang-bintang. Betapa bedanya dengan ruh Al-Qur'an, yang memandang juga kepada lebah sebagai penerima ilham Ilahi, dan menyeru tiada putusnya kepada pembacanya supaya memperhatikan pula pertukaran angin, pergantian siang dan malam, awan, angkasa penuh bintang, serta planet-planet yang mengarungi ruang angkasa tak bertepi. Sebagai seorang murid Socrates yang sejati, Plato memandang rendah sekali cerapan penginderaan yang menurut pandangannya hanya menghasilkan pendapat dan bukan pengetahuan yang nyata. Betapa beda dengan Al-Qur'an, yang memandang pendengaran dan penglihatan sebagai pemberian Ilahi yang sangat berharga sekali dan dinyatakan sebagai yang bertanggung jawab kepada Tuhan dalam segala kegiatannya....

Sengaja diketengahkan kutipan Iqbal di sini secara agak panjang untuk memperlihatkan bila metode induktif-empirikal bukanlah adopsi dari pemikiran Yunani. Dari kutipan itu jelas pula terlihat jika paradigma pemikiran Yunani cenderung bercorak deduktif-rasional dan karena itu pula "melangit". Sedangkan pemikiran Islam, dengan metode induktif-empirikalnya dapat dipandang sebagai upaya "pembumian" pemikiran sehingga menyentuh langsung kebutuhan dasar (basic need) umat manusia.
Segeralah, setelah itu, Islam melahirkan tidak sedikit ilmuan-ilmuan eksperimental yang luar biasa. Kepada sebagian di antara mereka inilah Roger Bacon, bahkan juga Francis Bacon—yang kemudian disebut-sebut sebagai 'penemu' metode eksperimental di Barat—belajar di universitas Islam di Spanyol.
Di samping afaq (alam empirik) dan anfus (jiwa), Al-Qur'an juga banyak menyebut sejarah sebagai sumber pengetahuan. Walhasil, kaum Muslim tercatat sebagai sejarawan-sejarawan—dalam arti sesungguhnya istilah ini—yang paling dini dalam sejarah umat manusia. Kita, misalnya, mengenal Al-Thabari, Ibn al-Atsir, Al-Mas'udi dan puncaknya Ibn Khaldun sebagai sejarawan dan historiograf-historiograf paling dini. Bahkan untuk tokoh yang terakhir ini, dipandang sebagai filsuf sejarah yang pertama di dunia.
Penemuan metode eksperimental oleh cendekiawan Muslim memperlihatkan kemudian pengaruhnya yang amat besar terhadap penciptaan landasan sains modern. Sejak Roger Bacon dan Francis Bacon "merumuskan" kembali metode empirikal sebagai metode keilmuan, sains Barat tiba-tiba saja mengalami revolusi. Suatu iklim keilmuan yang kelak berpengaruh terhadap gerakan Renaisans di Barat.
MM. Sharif dalam “ History of Muslim Philosophy “ melihat bahwa pengaruh filsafat Islam terhadap perkembangan pemikiran di barat dapat ditinjau dari beberapa hal :
1. Filsafat islam memberikan inisiatif gerakan humanisme dalam masyarakat barat.
2. Memperkenalkan kepada Barat tentang ilmu sejarah dan metode kritik historis.
3. Memperkenalkan metodologi riset ilmiah pada masyarakat Eropah.
4. Mengadakan perpaduan antara filsafat dan ajaran agama.
5. Memberikan stimulasi atas gerakan mistis di Eropah.
6. Memberikan dasar-daras Renaisance dan kerangka pemikiran filsafat Barat baik Pra-Descartes maupun Post-Kantian.
Berikut ini dikemukakan beberapa pengaruh ditinjau dari beberapa aspek:

1.Pengaruh Pemikiran rasionalis
Masih banyak kaum terpelajar yang beranggapan bahwa pemikiran rasionalis berasal dari barat, dan mereka merupakan penemu dan peletak dasar sains modern. Tanpa mengecilkan sumbangan mereka dalam perkembangan pemikiran rasionalis, sebenarnya aliran filsafat rasionalis berhulu dari nilai-nilai rasionalis yang berkembang dalam Islam, dan buku-buku filsafat Islam.
Roger Bacon, yang dikenal sebagai salah seorang peletak dasar bagi pemikiran rasionalis barat ternyata mempelajari bahasa Arab dan banyak membaca buku-buku-buku pengatahuan islam, dan dia merupakan salah seorang team penterjemahan literatusr islam dari Universitas Oxford. Sejak Roger Bacon , barulah semangat pengkajian ilmiah dengan metode ekspriment berkembang di seluruh Eropah.
G.R.kaye dalam ‘ A Guide to Old Observation “ mengatakan bahwa kaum intelektual arab dan astronom muslim mengadakan metode penelitian yang lain daripada pendahulu mereka. Mereka para ilmuwan muslim tersebut melakukan observasi , membangun pusat-pusat penelitian, dan menciptakan instrumen penelitian, juga mengadakan koreksian terhadap rumus-srumus yang ditemukan oleh Ptolemius.
Dengan demikian, ternyata bahwa semangat pengkajian dan penelitian ilmiah, metode investigasi, metode ekspriment, observasi, dan pengukuran yang merupakan dasar pemikiran rasionalis dan ilmu matematika bukanlah ditemukan dari budaya yunani tetapi diambil dari peradaban dan pemikiran Islam.
Oleh sebab itu pemikiran –pemikiran Ibnu Sina dapat kita jumpai dalam karya Bishop Jhon Toledo , Gundisalvi, William Auverguoe (1249) Alexander Hales ( 1245) , jean de la Rochele ( 1245 ), St. Bonaventure ( 1274 ), Robert Grossette ( 1253 ), dan Jhon Peckasm ( 1292 ), demikian juga dalam karya Albertus magnus dan st. thomas Aquinas.

Risalah Hayy bin Yaqdzan karya ibnu Tufail telah diterjemahkan ke dalam bahsa latin oleh Picodella Mirandola ( 1491) dan Edward Peacock ( 1961 ) dan terjemahan bahasa Inggeris dilakukan oleh G. Keith and Quaker ( 1674 ), ke dalam bahasa Belanda pada tahun 1672 dan 1701 , dalam bahasa jerman oleh J.G. pritius ( 1726 ) , T.G.Eichborn ( 1783 ) dan dalam bahasa perancis oleh L. Gauthier ( 1900 ) dan dalam bahasa Rusia oleh J. Kuzmin ( 1920 ).
2.Pengaruh pemikiran teologis.
St. Thomas aquinas yang belajar di universitas naples banyak memakai argumentasi Al Ghazali dalam mengkritik filsafat yunani. Dalam karyanya “ Summa Theologica “ banyak terdapat persamaan ide dengan pemikiran Al ghazali tentang bukti adanya tuhan dengan dalil “ contingency “ dan ‘ necessity “, nama-nama, sifat, dan ilmu Tuhan, kebenaran kenabian, dan kebangkitan manusia.
Asin palacios melihat bahwa pemikiran teologis Al Ghazali juga mempengaruhi ide Pascal yang terkenal dalam filsafat agama. Theori Pascal : “ If youn win you shal win all, if you loss you will loose nothing “, merupakan teori Al ghazali yang diteruskan oleh raymond Martini dan kemudian dipakai oleh Pascal.
Robert Hammond telah mengadakan studi komparasi antara St.Thomas Aquinas dan Al Farabi dalam persoalan bukti dan argumentasi tentang Tuhan seperti bukti adanya gerak dalam setiap sesuatu , hukum kausalitas aktif , dan Tuhan sebagai “eternal being “.
3.Pengaruh pemikiran Filosofis.
Karya-karya Al kindi telah diterjemahkan ke dlam bahasa latin oleh Plato trivoli, Arnold Villanova, Robert the Englishman, John of Seville, dan gerard of Cremona.
Kitab Ihsa’ul ulum karya Al Farabi diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh Gundisalvus ( 1151 ). Ide Al Farabi tentang argumentasi kosmologis tentang Tuhan, dilanjutkan oleh Maimonides, St. Thomas Aquinas, kemudian oleh Spinoza, Leibniz, dan Kant. Menurut D. Borkowski yang mengadakan pengkajian tentang pemikiran Spinoza mengatakan bahwa siapa yang membaca dan meneliti karya Spinoza “ de Emendatione Intelectus “ akan mendapatkan kesamaan ide dengan pemikiran Al farabi dalam ‘ manahijul Adillah “ karena adanya kesamaan sentral ide, motivasi, dan konsklusi dari kedua buku tersebut.
Pemikiran Ibnu Sina juga berpengaruh dalam perkembangan pemikiran Barat, sehingga William Auverge , sepoarng pemikir Latin dikenal dengan nama latin Avicennism, sedangkan Roger bacon juga mengikuti teori-teori etika sosial, konsepsi kota dan negara dan filsafat  Ibnu Sina.
Menurut M. saed Sheikh, Descartes juga mengkuti ide Ibnu Sina dlam beberapa hal :
1.Metodologi keraguan.
2. Thesis : “ Cogito Ergo Sum “.
3. Argumen ontologis dan kosmologis tentang Tuhan.
 Ibnu Sina berpendapat bahwa segala sesuatu di dunia ini berstatus mungkin. Kemungkinan tersebut merupakan dasar eksistensi segala sesuatu. Sedangkan Descartes menyatakan bahwa untuk meyakini sesuatu harus didahului dengan suatu kemungkinan untuk diragukan, dan hanya satu yang tidak mungkin diragukan yaitu “ saya berfikir maka saya ada “ ( Cogito Ergu Sum ).
Pembagian antara “infinite” dan “indifinite” demikian juga ide ‘ substance “ Spinoza, bermula dari konsep Tuhan menurut Al Ghazali. Empirisme Kant dalam level tingkatan “ sense –experience “ dan “ moral consciousness “, juga bermula daripada empirisme Al Ghazali dalam “ mistical experience “.Keduanya menitik beratkan pada “ moral will “, sebagai landasan ‘ noumena “ dan “ ultimate reality “. Seperti Al Ghazali, Hume juga menyatakan bahwa kita tidak dapat memiliki pengetahuan tanpa hukum kausalitas dalam phenomena, demikian juga ide-ide Al ghazali banyak mempengaruhi pemikiran Schopenhear dan Bergson.


Pengaruh pemikiran filsafat Islam terhadap perkembangan pemikiran di barat tidak dapat dipisahkan dari pengaruh pemikiran Ibnu Khaldun, dimana ibnu Khaldun telah dikenal sebagai bapak Sosiologi dan peletak dasar Fiulsafat sejarah. Konsep ibnu Khaldun mengenai perubahan sosial, demography, klasifikasi masyarakat kepada masyarakat desa dan kota, masih berlaku hingga saat ini. Sebagaimana hal tersebut dapat dijumpai dalam teori sosiologi barat seperti Boldin, Malthus, Adam Smith, Mills, dan sosiolog yang lain.

4.Pengaruh pemikiran humanis
Pengaruh peradaban muslim terhadap peradaban barat meliputi seluruh aspek kehidupan, baik secara materi maupun intelektual. Hal ini berlangsung dikarenakan adanya kontak antara bangsa eropah dan umat islam dalam bidang kebudayaan, pendidikan, lembaga ilmiah, dan terutama dalam kebebasan dan semangat pencerahan pemikiran, menggantikan suasana Eropah dimasa abad pertengahan yang masih berada dalam tirani dan dogma gereja serta diktator feodalisme.

Semangat kebebasan yang mereka lihat dalam masyarakat muslim memberikan motivasi kepada bangsa eropah untuk bangkit mancari kebebasan berpikir dan kebebasan berbicara. Gerakan kebebasan mulai muncul di eropah pada abad ke 11 dan abad ke 12 . Faktor yang utama dari gerakan kebebasan ini adalah dengan kembalinya pasukan perang salib dari Jerussalem.

Kehidupan liberal dan “ freedom of thinking “ yang mereka temukan dan melihat pada masyarakat muslim , kemudian hari mereka kembangkan dalam kehidupan bermasyarakat London terutama di kawasan Universitas Oxford ( 1163 ) dan terus mempengaruhi pola pikir masyarakat menengah dan masyarakat atas. Pada saat kebebasan ini berkembang dengan pesatnya, King Richard meninggal ( pada 1199) dan digantikan oleh King John. Pada saat itu suasana kebebasan berpendapat menjadi keperluan seluruh masyarakat, terutama di kalangan masyarakatb menengah dan atas. Hal ini yang menjadi cikal bakal dikeluarkannya piagam “ Magna Carta ‘ oleh King John pada bulan Juni 121, sebagaimana dijelaskan : “ Keadaan inilah yang menyebabkan masyarakat melihat oeluang untuk mempunyai hak kebebasan lebih daripada sebelumnya sehingga dikeluarkannya piagam “ Magna Carta “. Dari paiagam ini bermula suasana demokrasi dalam masyarakat barat dari keterangan diatas dapat dilihat bahwa gerakan humanisme yang berporos pada demokrasi di barat bersumber dari gerakan humanisme yang terdapat dalam masyarakat muslim.[24]
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa peradaban dan pemikiran Islam merupakan “ starting point “ serta sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan pemikiran dan peradaban barat, dan merupakan cikal bakal peradaban masyarakat modern.




F.Kesimpulan
Filsafat Islam juga mempunyai andil yang besar dalam perkembangan pemikiran dan peradaban Eropah, yang dikenal dengan peradaban modern dewasa ini. Hubungan kultural antara Islam dan barat berlangsung melalui beberapa tempat seperti Spanyol, Sicilia, naples, dan juga melalui pergaulan antara Muslim dan pasukan nasrani dalam perang Salib Pusat perdagangan Itali seperti kota genoa, Vinice, Milan, dan Florence, juga merupakan media pertemuan budaya islam dan Eropah. Para pasukan salib ( 1095 – 1270 ) yang kembali ke Eropah membawa semangat kebebasan, toleransi, persaudaraan yang mereka lihat dalam masyarakat Islam, sedangkan pada masa tersebut masyarakat eropah masih dalam “ age of darkness “. Pengaruh sains Islam terhadap sains Barat-Kristen Abad Pertengahan sangat menonjol terutama sesaat setelah diketemukannya metode eksperimental oleh para cendekiawan Muslim. Penemuan metode ini tidak saja "merombak" metode deduktif-rasional pemikiran Yunani, melainkan menjadi landasan sains Barat dan karena itu juga sains modern.

Proses transmisi dan sekaligus pengaruh sains Islam yang pernah terbangun secara gemilang terhadap sains Barat tersebut diatas merupakan gambaran sejarah yang dilalui umat Islam. Terasa sains Islam kini hanya tinggal "nostalgia" dengan adanya proses arus balik yang terjadi dalam rentang waktu yang tidak lama. Suatu kegelisahan memang. Sekarang ini ketika Barat berada dalam puncak kejayaannya peradaban Islam ada dalam kondisi kemundurannya. Meskipun sejumlah Intelektual Muslim berusaha keras mencanangkan pembaharuan Islam namun hasilnya masih harus ditunggu dalam waktu yang sulit diprediksi. Dibutuhkan kerja ekstra umat Islam untuk berfikir keras (ijtihad)—menggunakan 'aql (intelektualitas), mengekspresi fenomena alam semesta (natural phenomena) dan mengkaji Al-Qur'an secara serius dan intensif sebagai sumber ilmu yang Benar.

DAFTAR PUSTAKA
Hasan Asari, Menguak Sejarah Mencari ‘Ibrah, (Bandung :Cita Pustaka Media, 2006 )
Lisga Hidayat Siregar, Sejarah Peradaban Islam Klasik (Bandung : Citapustaka Media perintis,2010)
Muhammad Iqbal, The Reconstruction of Religious Thought in Islam, terjemahan Osman Raliby, (Jakarta: Tinta Mas, 1966)
Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia, Cet. I, (Jakarta: Paramadina, 1995)
Phillip K. Hitti, History of the Arabs, (New York : Palgrave Macmillan 2002)





[1] Hasan Asari, Menguak Sejarah Mencari ‘Ibrah, (Bandung :Cita Pustaka Media, 2006 ), h. 243
[2] Ibid, h. 244
[3] Phillip K. Hitti, History of the Arabs, (New York : Palgrave Macmillan 2002), h. 737
[4] Ibid, h. 716
[5] Ibid, h. 717
[6] Lisga Hidayat Siregar, Sejarah Peradaban Islam Klasik (Bandung : Citapustaka Media perintis,2010), h. 202
[7] Hitti,,,h. 775
[8] Ibid, h. 777
[9] Lisga Hidayat Siregar,,, h. 778
[10] Hitti,,,,h.780
[11] Haru Nasution, Ensiklopedia Islam Indonesia, (Jakarta: Penerbit Djambatan, 2002), Jilid II, h.302
[12] Hitti,,,,h. 782
[13] Ibid, h. 842
[15] Phillip K.Hitti,,,h.735
[16] Ibid, h.738
[17] Ibid, h. 735
[18] Ibid, h.738
[20] Hasan Asari, Menguak Sejarah Mencari Ibrah,,,,h. 247
[21] Ibid, h.247
[22] Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia, Cet. I, (Jakarta: Paramadina, 1995), h. 47-48.


[23] Muhammad Iqbal, The Reconstruction of Religious Thought in Islam, terjemahan Osman Raliby, (Jakarta: Tinta Mas, 1966), h. 125-127.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar