MANAJEMEN MUTU TERPADU ( TOTAL
QUALITY MANAGEMENT )
I. Pendahuluan
Dewasa ini perkembangan
pemikiran manajemen sekolah mengarah pada sistem manajemen yang disebut TQM
(Total Quality Management) atau Manajemen Mutu Terpadu. Pada prinsipnya sistem
manajemen ini adalah pengawasan menyeluruh dari seluruh anggota organisasi (warga
sekolah) terhadap kegiatan sekolah. Penerapan TQM berarti semua warga sekolah
bertanggung jawab atas kualitas pendidikan.
Sebelum
hal itu tercapai, maka semua pihak yang terlibat dalam proses akademis, mulai
dari komite sekolah, kepala sekolah, kepala tata usaha, guru, siswa sampai
dengan karyawan harus benar – benar
mengerti hakekat dan tujuan pendidikan ini. Dengan kata lain, setiap individu
yang terlibat harus memahami apa tujuan penyelenggaraan pendidikan. Tanpa
pemahaman yang menyeluruh dari individu yang terlibat, tidak mungkin akan
diterapkan TQM.
Dalam
ajaran TQM, lembaga pendidikan (sekolah) harus menempatkan siswa sebagai
“klien” atau dalam istilah perusahaan sebagai “ stakeholders” yang terbesar,
maka suara siswa harus disertakan dalam setiap pengambilan keputusan strategis
langkah organisasi sekolah. Tanpa
suasana yang demokratis manajemen tidak mampu menerapkan TQM, yang terjadi
adalah kualitas pendidikan didominasi oleh pihak – pihak tertentu yang
seringkali memiliki kepentingan yang bersimpangan dengan hakekat pendidikan
(Adnan Sandy Setiawan : 2000),
Penerapan
TQM berarti pula adanya kebebasan untuk berpendapat. Kebebasan berpendapat akan
menciptakan iklim yang dialogis antara siswa dengan guru, antara siswa dengan
kepala sekolah, antara guru dan kepala sekolah, singkatnya adalah kebebasan
berpendapat dan keterbukaan antara seluruh warga sekolah. Pentransferan ilmu
tidak lagi bersifat one way communication, melainkan two way communication. Ini
berkaitan dengan budaya akademis.
Selain
kebebasan berpendapat juga harus ada kebebasan informasi. Harus ada informasi
yang jelas mengenai arah organisasi sekolah, baik secara internal organisasi
maupun secara nasional. Secara internal, manajemen harus menyediakan informasi
seluas- luasnya bagi warga sekolah. Termasuk dalam hal arah organisasi adalah
progran – program, serta kondisi finansial.
Singkatnya,
TQM adalah sistem menajemen yang menjunjung tinggi efisiensi. Sistem manajemen
ini sangat meminimalkan proses birokrasi. Sistem sekolah yang birokratis akan
menghambat potensi perkembangan sekolah itu sendiri.
II. Defenisi mutu
Secara umum mutu mengandung makna derajat atau
tingkat keunggulan suatu produk (hasil kerja /upaya) baik berupa barang maupun
jasa, baik yang tangible (nyata) maupun intangible (tidak nyata). Dalam konteks
pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan
hasil pendidikan.
·
Mutu menurut Edward
Salis (1993:24)
-
Mutu sebagai sebuah konsep
yang absolut
Beberapa kebingungan terhadap pemaknaan
mutu bisa muncul karena mutu dapat digunakan sebagai suatu konsep yang secara
bersama-sama absolut dan relatif. Dalam percakapan sehari-hari, mutu sebagian
besar dipahami sebagai sesuatu yang absolut, misalnya restoran yang mahal dan
mobil-mobil yang mewah. Sebagai suatu konsep yang absolut mutu sama halnya
dengan sifat baik, cantik dan benar merupakan suatu idealisme yang tidak dapat
dikompromikan. Dalam defenisi yang absolut sesuatu yang bermutu merupakan
bagian dari standar yang sangat tinggi dan tidak dapat diungguli. Produk-produk
yang bermutu adalah sesuatu yang dibuat dengan sempurna dan dengan biaya mahal.
Produk-produk tersebut dapat dinilai serta membuat puas dan bangga para
pemiliknya. Suatu contoh “mobil yang bermutu” adalah mobil hasil rancangan
istimewa, mahal, dan memiliki interior dari kulit. Dalam hal ini mahal dan
langka adalah dua nilai penting dalam defenisi mutu. Mutu dalam pandangan ini
digunakan untuk menyampaikan keunggulan status dan posisi, dan kepemilikan terhadap
barang yang memiliki mutu akan membuat pemiliknya berbeda dari orang lain yang
tidak mampu memilikinya. Sebenarnya mutu dalam pengertian yang sedemikian lebih
tepat disebut dengan high quality atau top quality.
-
Mutu sebagai konsep yang
relatif
Mutu dapat juga digunakan sebagai suatu
konsep yang relatif. Pengertian ini digunakan dalam Total Quality management.
Defenisi relatif tersebut memandang mutu bukan sebagai suatu atribut produk
atau layanan tetapi sesuatu yang dianggap berasal dari produk atau layanan
tersebut. Mutu dapat dikatakan ada apabila sebuah layanan memenuhi spesifikasi
yang ada. Mutu merupakan sebuah cara yang menentukan apakah produk terakhir
sesuai dengan standar atau belum. Dalam konsep relatif ini produk atau
layanan akan dianggap bermutu bukan karena
ia mahal dan eksklusif tetapi karena memiliki nilai misalnya nilai misalnya
keaslian produk, wajar dan familiar.
Defenisi relatif tentang mutu ini memiliki
dua aspek. Yang pertama adalah menyesuaikan diri dengan spesifikasi.
Cara ini seing disimpulkan sebagai sesuai dengan tujuan dan manfaat. Kadang
kala defenisi ini sering dinamai dengan produsen mutu. Mutu bagi produsen bisa
diperoleh melalui produk atau layanan yang memenuhi spesifikasi awal yang yang
telah ditetapkan dalam gaya yang konsisten. Para produsen menunjukkan bahwa
mutu memiliki sebuah sistem yang biasa disebut sistem jaminan mutu (quality
assuranse system). Kedua adalah
memenuhi kebutuhan pelanggan.
-
Definisi mutu menurut
pelanggan
Organisasi-organisasi yang menganut konsep Total
Quality Management melihat mutu sebagai sesuatu yang didefenisikan oleh
pelanggan-pelanggan mereka. Pelanggan adalah wasit terhadap mutu dan institusi
sendiri tidak akan mampu bertahan tanpa mereka.
Mutu
disini dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang memuaskan dan melampaui
keinginan dan kebutuhan pelanggan. Definisi ini disebut juga dengan istilah
mutu sesuai persepsi (quality in perception). Mutu ini bisa disebut sebagai
mutu yang hanya ada di mata orang yang melihatnya. Kenyatan bahwa pelanggan
adalah pihak yang membuat keputusan terhadap mutu sering dan selalu diabaikan.
Mereka melakukan penilaian tersebut dengan merujuk kepada produk terbaik yang
bisa bertahan dalam persaingan.
Tom Peters dalam hriving On Chaos membicarakan tentang para pelanggan dalam
menentukan mutu dengan menekankan pada sebuah mutu yang dirasa (perceived
quality). Peters juga berpendapat bahwa mutu yang didefenisikan oleh
pelanggan jauh lebih penting dibandingkan harga dalam menentukan permintaan
barang dan jasa. Walaupun demikian beliau selalu mengingatkan bahwa pelaku yang
ikut bergabung juga akan membuat para pelanggan redefinisi terhadap mutu.
·
Definisi menurut Oemar
Hamalik
pengertian
mutu menurut Oemar Hamalik dapat dilihat dari dua sisi yaitu segi normatif dan
segi deskriptif. Dalam arti normatif mutu ditentukan berdasarkan pertimbangan
(kriteria) instrinsik dan ekstrinsik. Berdasarkan kriteria instrinsik mutu
pendidikan merupakan produk pendidikan yakni manusia terdidik sesuai standar
ideal. Berdasarkan kriteria ekstrinsik pendidikan merupakan instrumen untuk
mendidik tenaga kerja terlatih. Adapun dalam bidang deskripsi mutu ditentukan
berdasarkan keadaan senyatanya.
Berdasarkan dari
deskripsi dari beberapa pakar diatas dapat disimpulkan bahwa mutu pendidikan
adalah derajat keunggulan dalam pengelolaan pendidikan secara efektif dan
efisien untuk melahirkan keunggulan akademis dan ekstrakurikuler pada peserta
didik yang dinyatakan lulusdalam satu jenjang
dan program pembelajaran tertentu.
Berkaitan dengan
manajemen mutu terpadu (Total Quality Management) dapat dikatakan bahwa
konsep mutu memerlukan komitmen serta keterlibatan pihak manajemen pendidikan
untuk memenuhi keinginan atau kepuasan pelanggan secara konsisten.
III. Prinsip dan Komponen MMTP
1. Prinsip-Prinsip
Manajemen Mutu Terpadu
Untuk menjalankan mutu terpadu
diperlukan suatu perubahan baik perubahan dalam budaya dan sistem nilai dari
suatu organisasi yang harus mengacu pada prinsip-prinsip manajemen mutu
terpadu.
Ada empat prinsip utama manajemen
mutu terpadu yang merupakan sasaran dalam pengelolaan pendidikan
1.
Kepuasan pelanggan
Dalam manajemen mutu terpadu konsep dan
pelanggan diperluas. Kualitas tidak lagi bermuara pada kesesuaian dengan
spesialisasi-spesialisasi tertentu
tetapi kualitas tersebut ditentukan oleh pelanggan. Pelanggan itu sendiri
meliputi pelanggan internal dan eksternal . kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek termasuk
di dalamnya harga, keamanan dan ketepatan waktu. Oleh karena itu segala
aktfitas organisasi harus dikoordinasikan untuk memuaskan pelanggan.
2.
Respek terhadap setiap
orang
Dalam organisasi yang kualitasnya kelas
dunia, setiap karyawan dipandang sebagai individu yang memilki talenta dan
kreatifitas khas. Ini berarti bahwa karyawan merupakan sumber daya organisasi
yang paling berharga. Oleh karena itu setiap orang dalam organisasi harus
diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan
berpartisipasi dalam tim pengambilan keputusan, karyawan akan merasa lebih
bertanggung jawab terhadap hasil keputusan yang merupakan keputusan bersama,
sehingga akan menjadi keputusan bulat yang didukung semua lapisan.
3.
Manajemen berdasarkan fakta
Organisasi kelas dunia biasanya
berorientasi pada fakta. Ini menunjukkan bahwa keputusan yang diambil
berdasarkan pada fakta bukan pada perasaan. Ada dua konsep yang berkaitan
dengan ini . Pertama adanya prioritas
dan kedua
adanya variasi.
Prioritas merupakan konsep bahwa perbaikan
tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat
keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh karena itu dengan menggunakan data maka
manajemen dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi
tertentu yang sangat vital. Sedangkan variasi yang dimaksudkan adalah
varibilitas kinerja manusia yang memberikan gambaran pada sistem organisasi.
Dengan demikian manajemen dapat
memprediksi hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
4.
Perbaikan Kesinambungan
Untuk dapat sukses setiap organisasi perlu
melakukan proses yang sistematis dalam melaksanakan perbaikan yang
berkesinambungan . Konsep yang berlaku disini adalah siklus PDCA (Paln-Do-Check-act). Siklus ini terdiri
dari langkah-langkah perencanaan, melaksanakan rencana, memeriksa hasil pelaksanaan
rencana dan melakukan tindakan korektif terhadap hasil pelaksanaan rencana dan
melakukan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh.
PDCA pertama kali ditemukan oleh Walter
Shewhard seorang ahli fisika Amerika yang bekerja pada Telephone Laboratories. Kemudian Deming mempopulerkan PDCA Cycle
sebagai penerapan metode ilmiah untuk proses perencanaan dan pengambilan
keputusan.
Siklus PDCA bisa diterapkan untuk menangani
hal-hal berikut :
a.
Merencanakan perbaikan dan
pengumpulan data secara berkesinambungan (Plan)
b.
Melakukan perbaikan,
pengumpulan data dan analisa (do)
c.
Memeriksa dan mempelajari
hasil-hasil yang dicapai (check)
d.
Bertindak atas dasar hasil
evaluasi dan melanjutkan perbaikan proses.
Prinsip-prinsip
kunci TQM lebih lengkap dijelaskan oleh Hashmi (2004: 2):
Komitmen manajemen: perencanaan (dorongan,
petunjuk), pelaksanaan (penyebaran, dukungan, partisipasi), pemeriksaan
(inspeksi), dan tindakan (pengakuan, komunikasi, revisi).
Pemberdayaan karyawan: pelatihan, sumbang saran, penilaian
dan pengakuan, serta kelompok kerja yang tangguh.
Pengambilan keputusan berdasarkan fakta: stastistical
process control, the seven statistical tools.
Perbaikan
berkelanjutan: pengukuran yang sistimetis dan fokus pada biaya non kualitas (cost
of non-quality); kelompok kerja yang tangguh; manajemen proses lintas
fungsional; mencapai, memelihara, dan meningkatkan standart.
Fokus pada konsumen: hubungan dengan pemasok, hubungan
pelayanan dengan konsumen internal, kualitas tanpa kompromi, standar oleh konsumen.
Dalam perkembangannya prinsip-prinsip TQM bukan sekedar pendekatan proses dan
struktur sebagaimana dijelaskan sebelumnya, TQM lebih merupakan pendekatan
kesisteman yang juga melibatkan aktivitas manajemen sumber daya manusia. Oleh
karena itu menurut Wilkinson (1992: 2-3), TQM pada hakekatnya memiliki dua sisi
kualitas yaitu hard side of quality dan soft side of quality. Hard
side of quality meliputi semua upaya perbaikan proses produksi mulai dari
desain produk sampai dengan penggunaan alat-alat pengendalian (QFD, JIT,
dan SPC, dsb.), dan perubahan organisasional lainnya (struktur
organisasi, budaya organisasi). Sedangkan soft side of quality terfokus
pada upaya menciptakan kesadaran karyawan akan pentingnya arti kepuasan
konsumen dan menumbuhkan komitmen karyawan untuk selalu memperbaiki kualitas.
Jadi dengan mengetahui
prinsip-prinsip manajemen mutu terpadu dalam suatu organisasi akan memberikan
solusi terhadap sistem pelayanan yang akan diberikan atau dengankata lain dapat
memberikan pelayanan yang prima pada pelanggan atau penyelenggara pendidikan
yang mempunyai mutu yang tinggi.
Mengingat sasaran Manajemen mutu
terpadu adalah memberikan pelayanan yang memuaskan kepada pelanggan melalui
penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas maka masalah kualitas atau mutu
merupakan titik sentra yang menentukan.
2. Komponen Manajemen Mutu Terpadu
a. Jaminan Mutu (Quality
Assurance)
Quality Assurance yang biasa
diterjemahkan sebagai jaminan mutu adalah seluruh perencanaan kegiatan
sistematik yang diperlukan untuk memberikan suatu keyakinan yang memadai bahwa
suatu barang atau jasa akan memenuhi persyaratan mutu.
Untuk menjamin kepastian mutu tersebut maka diperlukan Quality
Planning, Quality control. Dan Quality audit.
Quality Planning
atau perencanaan mutu yaitu dokumen yang berisikan pelaksanaan mutu tertentu,
sumberdaya dan urutan kegiatan yang terkait dengan produk barang jasa dan kontrak atau proyek
khusus.
Quality control atau pengendalian mutu adalah tehnik dan
kegiatan operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu.
Sedangkan Quality
Audit atau audit mutu adalah
pengujian sistematik dan mandiri untuk menetapkan apakah kegiatan mutu dan
hasil yang berkaitan sesuai dengan pengaturan yang direncanakan dan apakah
pengaturan tersebut diterapkan secara efektif dan sesuai untuk mencapai tujuan.
b.
Peningkatan Mutu (Quality Inprovement)
Peningkatan mutu atau
quality improvement adalah suatu proses kegiatan yang dilakuka untuk meningkatkan mutu barang atau jasa agar
dapat sukses di setiap barangnya atau jasa agar dapat sukses setiap
perusahaan/institusi/lembaga harus melakukan proses secara sistematis dalam
melaksanakan perbaikan secara berkesinambungan untuk meningkatkan mutu.
III. Langkah-Langkah Manajemen Mutu Terpadu
Ahli mutu W. Edward Deming menggunakan 14 langkah
untuk menerapkan perbaikan mutu yang dikenal dengan ‘Deming’s Fourteen Points’. Langkah – langkah tersebut dideskripsikan sebagai
berikut :
·
Menciptakan sebuah usaha peningkatan produk
dan jasa dengan tujuan agar bisa kompetitif dan tetap berjalan serta
menyediakan lowongan pekerjaan. Deming percaya bahwa terlalu banyak organisasi
yang hanya memiliki tujuan jangka pendek dan tidak melihat apa yang akan
terjadi pada 20 atau 30 tahun mendatang. Mereka harus memiliki rencana jangka
panjang yang didasarkan pada visi masa depan dan inovasi baru. Mereka harus
terus menerus berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan mereka.
·
Mengadopsi falsafah baru. Sebuah organisasi
tidak akan mampu bersaing jika mereka terus mempertahankan penundaan waktu,
kesalahan, bahan-bahan cacat dan produk yang jelek. Mereka harus membuat
perubahan dan mengadopsi metode kerja yang baru.
·
Hindari ketergantungan pada inspeksi massa
untuk mencapai mutu. Inspeksi tidak akan meningkatkan atau menjamin mutu. Anda
tidak dapat mengispeksi mutu ke dalam produk. Deming berpendapat bahwa
manajemen harus melengkapi staf-staf mereka dengan pelatihan tentang alat-alat
statistik dan tehni-tehnik yang dibutuhkan mereka untuk mengawasi dan
mengembangkan mutu mereka sendiri.
·
Akhiri praktek menghargai bisnis dengan harga.
Menurut Deming harga tidak memiliki arti apa-apa tanpa ukuran mutu yang dijual.
·
Tingkatkan secara konstan sistem produksi dan
jasa, Untuk meningkatkan mutu dan produktivitas, dan selanjutnya turunkan biaya
secara konstan. Ini merupakan tugas manajemen untuk mengarahkan proses
peningkatan dan menjamin bahwa ada proses perbaikan yang berkelanjutan.
·
Lembagakan pelatihan kerja. Pemborosan
terbesar dalam sebuah organisasi adalah kekeliruan menggunakan keahlian
orang-orangnya secara tepat. Mempergunakan uang untuk pelatihan tenaga kerja
adalah penting namun yang lebih penting lagi adalah melatih dengan standar
terbaik dalam kerja. Pelatihan adalah alat kuat dan tepat untuk perbaikan mutu.
·
Lembagakan kepemimpinan. Deming mengatakan
bahwa kerja manajemen bukanlah mengawasi melainkan memimpin. Makna dari hal itu
adalah berubah dari manajemen tradisional yang selalu memperhatikan hasil
indikator-indikator prestasi, spesifikasi dan penilaian menuju peranan
kepemimpinan yang mendorong peningkatan proses produksi barang dan jasa yang
lebih baik.
·
Hilangkan rasa takut agar setiap orang dapat
bekerja secara efektif. Keamanan adalah basis motivasi yang dibutuhkan para
pegawai. Deming yakin bahwa pada hakikatnya setiap orang ingin melakukan kerja
dengan baik asalkan merekan bekerja dalam lingkungan yang mampu mendorong
semanagat mereka.
·
Uraikan kendala-kendala antar departemen.
Orang dalam departemen berbeda harus dapat bekerja bersama sebagai sebuah tim.
Organisasi tidak diperkenankan untuk memiliki unit atau depatemen yang
mendorong pada arah yang berbeda.
·
Hapuskan slogan, desakan, dan target serta
tingkatkan produktifitas tanpa menambah beban kerja. Tekanan untuk bekerja giat
mempresentasikan sebuah pemaksaan kerja oleh seorang manajer . slogan dan
target memiliki sedikit dampak praktis terhadap pekerja . kebanyakan persoalan
produksi terletak pada persoalan sistem dan ini merupakan tanggung jawab
manajemen untuk mengatasinya.
·
Hapuskan
standar kerja yang menggunakan quota numerik
·
Hilangkan kendala-kendala yang merampas
kebanggaan karyawan atas keahliannya. Hal ini perlu dilakukan dengan
menghilangkan sistem penilaian dan penghitungan jasa. Deming telah berupaya
keras menentang sistem penilaian yang mana diyakini menempatkan pekerja dalam
kompetisi antara satu dengan yang lain dan merusak kerja tim.
·
Lembagakan aneka program pendidikan yang
meningkatkan semangat dan peningkatan kualitas kerja
·
Tempatkan setiap orang dalam tim kerja agar
dapat melakukan transformasi. Transformasi menuju sebuah kultur mutu adalah
tugas setiap orang.
Langkah
langkah tersebut kemudian dikembangkan menjadi
lima konsep program TQM yang efektif yaitu:
perbaikan berkelanjutan, pemberdayaan karyawan, perbandingan kinerja (benchmarking), penyediaan kebutuhan tepat
pada waktunya, dan pengetahuan tentang
piranti TQM (Render dan Herizer, 2004).
Sedangkan Juran
(1995), mengembangkan ‘trilogi Juran’ dalam pengelolaan mutu , dilakukan
melalui penggunaan tiga tahap manajemen, yaitu:
·
Perencanaan
mutu: aktivitas pengembangan produk dan proses yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan
·
Pengendalian
mutu: aktivitas evaluasi kinerja kualitas, membandingkan kinerja nyata dengan
tujuan kualitas, dan bertindak berdasarkan perbedaan.
·
Peningkatan
mutu: cara-cara meningkatkan kinerja kualitas ke tingkat yang lebih dari
sebelumnya.
Di sini Juran
menganjurkan penggunaan sebuah pendekatan tahap demi taham untuk menyelesaikan
masalah dalam meningkatkna mutu. Pendekatan ini kemudian lebih dikenal dengan
Manajemen Mutu Strategis ( Strategic Quality Management).
Sementara
Philip Chrosby mengidentifikasi empat belas tahapan mencapai zero defects yang
melibatkan pentingnya kelompok kualitas, pengukuran kualitas yang ada, mengestimasi
biaya kualitas, mengeliminasi kesalahan dan proses pengerjaan ulang
(Bhat
dan Cozzoline, 2003).
Program
Crosby itu dijabarkan sebagai berikut :
·
Komitmen manajemen (management Commitment). Hal ini adalah hal yang
paling krusial menuju sukses dan merupakan poin yang disepakati oleh semua para
ahli mutu. Inisiatif mutu harus diarahkan dan dipimpin oleh manajemen senior.
Crosby menandaskan bahwa komitmen ini harus dikomunikasikan dalam sebuah
statement kebijakan mutu, yang harus singkat, jelas, dan dapat dicapai.
·
Membangun Tim Peningkatan Mutu ( Quality Improvement Team) di atas
dasar komitmen. Dikarenakan setiap fungsi dalam organisasi menjadi kontributor
potensial bagi kerusakan dan kegagalan mutu maka setiap bagian organisasi harus
berpartisipasi dalam upaya peningkatan mutu. Tim peningkatan mutu bertugas
mengatur dan mengarahkan program yang akan diimplementasikan melalui
oraganisasi.
·
Pengukuran Mutu ( Quality Measurement). Hal ini dibutuhkan untuk
mengukur ketidaksesuaian yang saat ini atau yang akan muncul dengan cara
evaluasi dan perbaikan. Bentuk pengukuran ini berbeda antara organisasi
produksi dan organisasi layanan dan bentuk tersebut bergantung pada data
inspeksi, laporan pemeriksaan data statistik dan data umpan balik dari
pelanggan.
·
Mengukur Biaya Mutu ( The Cost of Quality). Biaya mutu terdiri
dari baiaya kesalahan, biaya kerja ulang, biaya pembongkaran, baiaya inspeksi
dan biaya pemeriksaan
·
Membangun kesadaran Mutu (Quality Awareness) yaitu langkah untuk
menumbuhkan kesadaran setiap orang dalam organisasi tentang biaya mutu (The
Cost of Quality) dan keharusan untuk mengimplementasikan program yang
dicanagkan Tim Peningkatan Mutu (Quality Improvement Team).
·
Kegiatan Perbaikan (Correctve Actions). Pihak pengawas harus
bekerjasama dengan para staf untuk memperbaiki mutu yang rendah. Metodologi
yang sistematis diperlukan untuk mengatasi masalah.
·
Salah satu cara untuk menyoroti proses peningkatan mutu adalah
melalui langkah ketujuh ini yaitu Perencanaan Tanpa Cacat (Zero Defect
Planning). Crosby berpendapat bahwa program tanpa cacat harus diperkenalkan dan
dipimpin oleh tim Peningkatan Mutu yang juga bertanggung jawab terhadap
implementasinya. Beliau juga menagatakan bahwa seluruh staf harus
menandatangani kontrak formal mewujudkan kontrak formal tanpa caact dalam tugas
dan kerja mereka.
·
Pelatihan Pengawa (Supervisor Training). Pelatihan ini penting
bagi para manajer agar mereka memahami peranan mereka dalam roses peningkatan
mutu dan pelatihan ini bisa dilakukan melalui program pelatihan formal.
·
Hari Tanpa Cacat ( Zero defect Day), ini adalah kegiatan sehari
penuh yang memperkenalkan ide tanpa cacat. Acara ini semacam Family gathering atau
Annivesary Party yang pada dasarnya adalah sebuah acara atau pesta untuk
menyoroti dan merayakan penerapan metode tanpa cacat dan untuk menekankan
Komitmen Manajemen terhadap metode tersebut.
·
Penyusunan Tujuan (Goal Setting). Langkah ini dimaksudkan agar
para staf dapat mengkomunikasikan kepada manajemen tentang situasi tertentu
yang mempersulit implementasi metode tanpa cacat. Hal ini dapat diraih dengan
mendesain sebuah bentuk standar yang sesuai dengan garis manajemen dan semua
bentuk tersebut harus sudah menerima jawaban dalam periode waktu tertentu.
·
Pengakuan (Recognition) hal ini sangat penting dilakukan bagi
mereka yang telah berpartisipasi dalam usaha peningkatan mutu suatu organisasi.
·
Mendirikan Dewan-Dewan Mutu (Quality Councils), langkah ini juga
sebuah struktur institusioanal yang dianjurkan oleh Juran yaitu mengikut
sertakan para tenaga profesional mutu untuk menentukan bagaimana masalah dapat
ditangani dengan tepat dan baik.
·
Lakukan Lagi (Do it Over Again) Program mutu adalah proses yang
tidak pernah berakhir. Ketika tujuan program telah tercapai maka program
tersebut harus dimulai lagi.
Zero
Defects ini adalah kontribusi pemikiran Crosby yang utama dan kontroversial
tentang mutu dan ide ini adalah sebuah ide yang sangat kuat. Ide ini adalah
komitmen untuk selalu sukses dan menghilangkan kegagalan.
IV.Hambatan
Penerapan Manajemen Mutu Terpadu
Metode-metode yang digunakan dalam penerapan TQM dan dapat
meningkatkan kemampuan lembaga pendidikan tersebut untuk menyediakan lulusan
yang bermutu, dalam berbagai program kemampuan atau keilmuan dan keterampilan
atau kejuruan.
Namun demikian, penerapan filosofi TQM di sektor pendidikan
ini bukannya tanpa kendala. Menurut Hittman (1993), ada beberapa
hambatan yang sering dihadapi dalam menerapkan filosofi tersebut, antara lain
sebagai berikut.
(1) Sasaran dari berbagai metode perbaikan kualitas tradisional
pada lembaga-lembaga pendididkan hanya berupa kesesuaian terhadap standar
(2) Standar jaminan kualitas seringkali disusun terlalu rendah
atau terlalu tinggi, sehingga program-program pendidikan akan mengalami
kesulitan dalam pencapaiannya.
(3) Definisi klasik mengenai jaminan kualitas terlalu sempit.
(4) Pendekatan yang mutakhir mengkonsentrasikan hanya pada performansi
pengajaran dan mengurangi penekanan pada kontribusi dari hal-hal yang bukan
berkaitan dengan pengajaran.
(5) Pendekatan yang mutakhir yang hanya menekankan pada instruktur
pendidikan.
Kesuksesan dalam penerapan TQM di suatu lembaga pendidikan
tergantung dari visi yang digunakan oleh oleh para guru atau dosen, guru besar,
dan para pemimpin departemen. Sasarannya adalah memperbaiki proses belajar dengan
memberdayakan para peserta didik dan meningkatkan tanggungjawabnya dalam proses
belajar.
Filosofi TQM memang selalu menuntut perubahan dan
perbaikan, sehingga membutuhkan waktu lama dalam penerapannya. Perubahan dan
perbaikan tersebut antara lain meliputi metode pengajaran, prestasi peserta
didik, komunikasi, pelayanan misalnya dalam penyediaan kantin, transportasi,
pemeliharaan, dan pembelian. Dengan kesadaran untuk selalu melakukan perbaikan
secara berkesinambungan maka filosofi TQM akan terlaksana dan tujuan
lembaga pendidikan untuk meningkatkan mutu dapat tercapai.
TQM di suatu lembaga pendidikan tidaklah
mahal dan bukan bertujuan untuk membuat kekacauan, melainkan diharapkan dapat
melibatkan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk mencapai mutu pendidikan
yang lebih baik. Di bawah payung TQM yang lebih menekankan pada budaya
daripada teknik, lembaga-lembaga pendidikan akan bekerja sebagai partner dalam
menyediakan kurikulum atau rencana program untuk mendukung TQM untuk
meningkatkan mutu pen-didikan.
V. Hambatan Penerapan
TQM di Sekolah
Penerapan suatu sistem manajemen selalu mengakibatkan terganggunya
keseimbangan. Timbul dua pihak yang pro dan kontra, menerima TQM dan menolak
TQM. Penolakan TQM dikarenakan adanya perubahan dalam manajemen. Yaitu
menyangkut nilai-nilai yang sudah mapan. Jika dibandingkan nilai-nilai budaya
Indonesia dengan nilai-nilai TQM akan tampak sebagai berikut: (Hasibuan, 2000:227)
Nilai-nilai Budaya
Indonesia
:
Nilai-Nilai TQM :
1. asas
kekeluargaan
1. Kerja sama
2. gotong
royong
2. total partisipasi
3. tut wuri handayani
3. menghargai sesama
4. bhineka tunggal
ika
4. menghargai keunikan & kreativita
Mengapa orang enggan menerima perubahan sistem manajemen?, hal ini karena
menyangkut ketidak pastian hasil, kesulitan melaksanakan, kebiasaan yang sudah
ada, dan ancaman terhadap dirinya sendiri. (hasibuan, 2000:227). Sehingga dapat
dikatakan bahwa cara berfikir dan bertindak yang dilakukan berulang akan
menjadi kebiasaan yang sulit diubah kecuali otak kita diinstal
dengan program baru (”seperti software komputer saja”).
Penelitian Usman (1996) menyimpulkan bahwa pelaksanaan Pengembangan Sekolah
Seutuhnya (PSS) di SMK mengalami kegagalan karena kepala sekolahnya masih
cenderung menampilkan gaya kepemimpinan otoriter, hal ini karena
lemahnya kemandirian sekolah akibat pembinaan pemerintah yang masih
sentralistik, Birokratik, formalistik, konformistik, uniformistik dan
mekanistik. Pembinaan yang demikian ini tidak memberdayakan potensi sekolah. Akibatnya,
setiap hierarki yang berada di bawah kekuasaan bersikap masa bodoh, apatis,
diam supaya aman, menunggu perintah, tidak kreatif dan tidak inovatif, kurang
berpartisipasi dan kurang bertanggung jawab, membuat laporan asal bapak senang
dan takut mengambil resiko.
Kendala pelaksanaan
program TQM datang dari bawahan dan atasan, saya membatasi kendala hanya dari
atasan yaitu kepala sekolah. we can’t see a Good School
without a Good Principle, kendala dari atasan (”kepala sekolah”) menurut
Hasibuan (2000:225) adalah (a) atasan tidak mendukung gagasan TQM; (b) sangat
sibuk, tidak ada waktu; (c) kurangnya kewenangan yang dimiliki; (d) belum
memahami secara jelas pengertian TQM, dan (e) atasan menganut sentralisasi
wewenang. Sedangkan hambatan dari pihak guru biasanya tergantung
bagaimana gaya kepemimpinan kepala sekolah, salah satu cara menggerakkan guru
dan staf lainnya untuk berpartisipasi dalam menjalankan TQM adalah prinsip motivasi.
Kepala sekolah harus mampu merangsang guru termotivasi
untuk mengerjakan tugasnya.
Hamzah B. Uno (2007:71) mendifinisikan motivasi kerja sebagai salah
satu faktor yang turut menentukan kinerja seseorang. Besar atau kecilnya
pengaruh motivasi pada kinerja seseorang tergantung pada seberapa banyak
intensitas motivasi yang diberikan. Jadi jika dikaitkan dengan motivasi
kerja seorang guru dalam mengajar biasanya tercermin dalam berbagai kegiatan
dan bahkan prestasi yang dicapai guru tersebut. Sedangkan motivasi kerja
guru menurut Hamzah B. Uno (2007) adalah suatu proses yang dilakukan untuk
menggerakkan guru agar perilaku mereka dapat diarahkan pada upaya-upaya nyata
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Jadi penulis dapat menyimpulkan bahwa untuk keberhasilan dalam penerapan
TQM di sekolah kepala sekolah harus menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan
sekolah secara sederhana yaitu dengan istilah ”KITA” (hanya
pemikiran penulis saja), yaitu (a) Kebersamaan :ciptakan
prinsip-prinsip ”kebersamaan” didalam mengelola sekolah, oleh karena itu setiap
orang dalam organisasi sekolah diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan
untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan; (b) Inovasi
dan Kreativitas : hanya dengan Inovasi dan kreativitas para pengelola
sekolah maka sekolah akan tampil beda dari sekolah lain; (c) Transparansi
: perlu diciptakan iklim keterbukaan oleh kepala sekolah, karena hanya dengan
kejujuranlah bawahan akan termotivasi untuk bekerja; dan (d) Akuntabilitas
: apa yang telah dikerjakan oleh seorang pemimpin harus dipertanggung jawabkan
kepada pelanggan (”manusia”) dan kepada Sang Pencipta (Tuhan Yang Maha Kuasa)
VI. Penutup
Total Quality Management (TQM) memang merupakan suatu proses dan filosofi dasar yang
akan berhasil bila diterapkan secara serentak pada semua level dalam
organisasi. Penerapan TQM tidak memerlukan peralatan atau sistem
manajemen baru, melainkan komitmen atau kesadaran untuk mengadakan perubahan
budaya yang berorientasi pada peningkatan kualitas dan perbaikan seluruh proses
secara terus-menerus, menyeluruh, dan berkesinambungan. TQM memang
dapat diterapkan dalam organisasi apa pun tak terkecuali. Dengan memperhatikan
cara penerapannya, dalam bidang apa saja filosofi tersebut diterapkan, dan
bagaimana mensiasati kendala dan hambatan yang menghalangi pene-rapan tersebut
pada organisasi pendidikan tinggi, maka pelaksanaan yang membutuhkan waktu lama
tidak akan terasa. Selain itu, apabila diikuti dengan benar maka keberhasilan
akan berada di tangan, baik individu maupun organisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar